Sebarkan Beritanya, Bukan Kengeriannya: 3 Etika Share Berita Viral
14 Januari 2016 menjadi hari yang kelam bagi Indonesia terutama warga ibukota, DKI Jakarta. Sekitar pukul 11.00-an WIB telah terjadi aksi bunuh diri dan baku tembak di sekitaran daerah Sarinah. Sontak berita tersebar dengan sangat cepat terutama melalui media sosial maupun online chat platform.
Mulai dari berita, himbauan, gambar, dan video dibagikan oleh para pengguna media sosial dan seperti biasa, gerakan hashtag pun dimulai dengan #prayforjakarta #indonesiabrave #kamitidaktakut dan lainnya.
Hal tersebut sangat wajar terjadi. Namun, kita wajib memilih lho berita seperti apa yang patut untuk disebarluaskan.
Berikut tiga hal pertimbagan etis yang perlu kamu perhatikan sebelum menekan tombol “send” atau “share” itu!
1. Apakah gambarnya bisa mengganggu orang lain?
Media massa mempunyai kode etik untuk memberikan sensor untuk gambar yang dinilai terlalu vulgar, misalnya saja gambar korban kecelakaan yang luka parah dan muka pelaku atau korban.
Nah, kita juga sebaiknya menyebarkan gambar yang sudah disamarkan saja dan jangan ikut menyebarkan gambar-gambar yang dapat memicu ketidaknyamanan pembacanya.
2. Apakah beritanya “verified”?
Bila kamu menerima banyak broadcast pesan terkait satu peristiwa, wajib dicek lagi nih sumbernya darimana. Sebelum ada keterangan resmi dari pihak berwajib atau terkait dan dari media yang terpercaya, jangan ikut-ikutan jadi penyebar hoax ya!
3. Mau berkomentar? Pahami dulu konteksnya
Memang susah menahan keinginan untuk tidak turut dalam “percakapan” yang ada di media sosial terutama bila konten atau isunya viral.
Namun, jangan asal sembarang berkomentar yaa sebelum kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pelajari konteksnya dan seperti poin kedua, cek dulu informasinya dari sumber yang bisa dipercaya.
Ayo menjadi pengguna media sosial yang cerdas!
Cheers!