Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus, Zulfikar Berbagi Suka dan Duka

Pada peringatan Sumpah Pemuda kali ini, Ruangguru.com ingin berbagi kisah tentang salah satu tokoh #MudaMenginspirasi, yaitu Muhammad Zulfikar. Ia adalah guru privat pelajaran eksak di Ruangguru.com yang masih berusia 21 tahun. Lalu, apa sih yang membuat anak sulung dari empat bersaudara ini disebut sebagai #MudaMenginspirasi? Pria yang besar di Bogor ini bukan mengajar seperti biasa, tapi anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu autis. Wah, bagaimana ya triknya mengajarkan Matematika (yang banyak ditakuti orang) ke anak ABK? Di sela kesibukannya bekerja sebagai Application Developer di IBM, ia menyempatkan waktu untuk berbagi kisah serunya mengajar. Simak yuk!

Anak Berkebutuhan Khusus Fikar berbagi tentang pengalamannya mengajar ABK. (Sumber: Dok. Ruangguru)

Apa yang membuat Fikar ingin menjadi seorang guru? Apa memang latar belakang pendidikannya keguruan?

Saya lulusan Ilmu Komputer di Institut Pertanian Bogor. Latar belakang pendidikan saya memang tidak ada kaitannya dengan guru, tapi merupakan cita-cita saya dari kecil. Ingin sekali saya bisa berbagi ilmu yang bermanfaat bagi orang, salah satunya dengan menjadi guru. Sehingga ketika saya meninggal nanti, itulah yang akan jadi amal jariyah saya. Selain dengan menulis, saya juga harus mengajar agar semua ilmu yang sudah saya serap tidak hilang.

Mengajar apa dan sudah berapa lama?

Saya mengajar pelajaran eksak seperti Matematika, Fisika, dan Kimia. Mulai mengajar anak autis di awal tahun 2015.

Mengapa mau mengajar anak autis?

Saya berpikir, setiap orang punya potensi masing-masing. Bagi saya, mengajar anak autis sama saja dengan komputer. Komputer tidak bisa membedakan mana input 3 atau input 4, mana yang lebih besar, mana pula yang lebih kecil. Agar komputer dapat memahami, maka manusia harus memrogram. Komputer juga tidak bisa menjumlahkan begitu saja, kan? Butuh manusia untuk membuat program agar komputer bisa berfungsi dengan baik. Sama halnya dengan anak autis, tergantung bagaimana kita mengajarkan mereka sampai paham.

Bagaimana trik mengajar ABK?

Sejauh ini, saya dua kali mengajar ABK, dan keduanya sangat berbeda. Biasanya, hal pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu, apa potensi dan hal yang disenangi. Setelah itu, saya trigger mereka untuk mempelajari hal-hal baru dengan cara yang membuat mereka nyaman. Ada salah satu siswa saya, usianya sekitar 13 tahun dan duduk di bangku SMP. Saya agak kesulitan untuk mengajarnya secara lisan, jadi segala sesuatunya harus dituliskan. Ketika saya bertanya “Angka 3 itu ganjil atau genap?”, ia tidak merespon karena kebingungan. Siswa ini tidak bisa membayangkan. Kemudian, saya coba menuliskan pertanyaan tersebut di kertas, barulah ia bisa menjawab dengan sangat baik. Dari sana saya belajar memahami, bahwa siswa ini lebih cocok dengan metode pengajaran textbook.

Waktu saya masih kuliah, saya pernah mendapat siswa berkebutuhan khusus yang harus diberi pengalihan terlebih dulu baru mau belajar. Ia senang sekali menonton televisi. Jadi ketika hendak mulai belajar, saya harus pandai-pandai mencari cara agar anak tersebut bisa teralih perhatiannya dari televisi. Misalnya saya bawa makanan, atau memanfaatkan mainan yang ada di sekitar. Saya tunjukkan makanan/mainan itu di hadapannya, baru perlahan ia bisa beralih dari televisi. Kalau sudah begitu, barulah saya pancing untuk mulai belajar dan mengecilkan volume televisi. Saya akan coba berbagai macam cara agar siswa dapat merespon.

Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus (Sumber: kompas.com)

 Apakah sulit melakukan pendekatan pada mereka?

Sebenarnya kalau dilakukan lobby terlebih dulu oleh orang tuanya, maka tidak begitu sulit. Misalnya sebelum saya mulai bertatap muka dengannya, orang tua memberi tahu bahwa akan ada guru yang mengajarnya nanti.

Tantangan apa yang dihadapi?

Harus ekstra sabar dan panjang akal untuk menyiasati agar siswa ABK mau belajar. Mereka lamban dalam merespon dan cara bicaranya pun agak sulit dimengerti. Mereka hanya merespon hal-hal yang mereka sukai. Kebetulan, kedua siswa autis yang saya tangani sangat minim bicara. Tantangan besar bagi saya untuk memunculkan minat belajarnya.

Kalau membaca tulisan tangan mereka, saya pun butuh waktu untuk mengerti. Tulisannya rata, tidak ada spasinya. Mereka berdua ikut belajar di sekolah umum, bergabung dengan siswa lainnya. Terkadang, karena mereka agak lambat, beberapa guru agak acuh. Jika mereka belum cukup mengerti, maka pelajaran akan tetap dilanjutkan. Nah, inilah peran guru privat untuk mengajarkan kembali pelajaran yang sudah disampaikan di sekolah. Agar konsentrasi terjaga pun harus selalu dicari siasatnya.

Anak berkebutuhan khusus Anak berkebutuhan khusus. (Sumber: momjunction.com)

 Kemudian, siswa saya itu juga kurang percaya diri. Misalnya ia sedang mengerjakan satu soal, yang sebenarnya bisa. Namun, karena percaya diri dan takut salah, ia memilih untuk tidak mencoba menyelesaikannya. Siswa ini baru bisa mengerjakan di depan orang yang ia yakini tidak akan menyalahkannya. Saya pikir, kalau terus-terusan begitu tidak bisa, dong. Bagaimana bisa ia mengerjakan tugas dan ulangannya di sekolah kalau menunggu ada orang yang ia percaya?

Akhirnya saya coba menggunakan sebuah trik. Ketika ia mengerjakan soal saat belajar privat, saya coba berada agak menjauh dari hadapannya. Saking tidak percaya dirinya, sedikit-dikit ia bertanya kepada saya. Hal ini tentu tidak akan memberikan kemajuan. Jadi, jika ada pelajaran baru akan saya ajarkan cara dan pola pengerjaannya. Kemudian, saya beri beberapa soal, dan biarkan ia coba mengerjakan. Di tahap awal, saya masih menemani. Apabila dirasa sudah bisa, perlahan-lahan saya menjauh dan membiarkan ia bekerja sendiri. Ia memang tetap bertanya-tanya, namun saya biarkan saja. Cara ini akan membuat ia lebih percaya pada dirinya sendiri.

Selain itu, di awal-awal saya sudah diberitahu oleh pihak orang tua bahwa mereka bisa saja marah sewaktu-waktu. Oleh karenanya, saya harus tahu apa penyebab mereka bisa mengamuk. Barulah saya bisa mengantisipasi jangan sampai emosi mereka meluap.

Ada cerita paling menarik saat mengajar ABK?

Waktu pertama kali mengajar ABK, saya tidak diberitahu bahwa siswa tersebut autis. Di awal mengajar, saya sudah menghabiskan setengah jam bicara tentang materi ke siswa, tapi ia tidak menyimak sama sekali. Sudah banyak yang dijelaskan, namun ia hanya fokus menonton televisi. Saat itu saya bingung dan canggung harus berbuat apa karena belum punya pengalaman dalam menangani ABK. Sampai akhirnya, saya memahami bahwa siswa tersebut autis. Oleh karena itu, saya coba cari tahu yang dia suka, salah satunya basket. Lama-kelamaan ia mau diajak untuk ngobrol dengan saya membahas hal-hal yang dia suka.

Anak Berkebutuhan Khusus Fikar membagi trik menghadapi anak berkebutuhan khusus. (Sumber: Dok. Ruangguru)

Cerita ke dua, siswa saya di Ruangguru.com suka sekali menyanyi. Di sela-sela belajar, biasanya ia selalu bersenandung dan tidak ingin diganggu ketika tengah mengerjakan soal. Nah, suatu ketika saya coba memberi tahu bahwa ada yang salah pada apa yang dikerjakan. Waktu itu ia sedang menggunakan kalkulator di gadget-nya untuk menghitung karena agak lemah di perkalian dua bilangan. Saya bilang “Hey, yang ini salah,” dan saya jelaskan pembenarannya. Namun, tiba-tiba saya langsung ditampar. Tamparannya memang tidak begitu keras, namun jelas saja saya terkejut bukan main. Emosi saya sempat terpancing, namun saya coba tahan. Setelahnya, suasana jadi agak canggung. Tapi di akhir belajar, ia langsung meminta maaf dan mengajak saya untuk tos. Kemudian, keadaan kembali mencair setelahnya. Pada dasarnya, ia adalah anak yang ramah, saya selalu disambut dengan senyum dan sapaan ketika datang. Ia suka sekali bermain gadget, kalau merasa terganggu akan marah.

Selain itu, ia sangat strict pada waktu. Misalnya jadwal ia belajar adalah pukul 7 sampai 9 malam. Jika saya sudah datang sebelum jam 7, maka ia tidak akan mau mulai belajar. Ia pasti akan langsung menunjuk ke arah jam sambil bicara “Sembilan belas, sembilan belas,”. Begitu pun ketika jamnya sudah usai, ia akan meminta untuk berhenti. Siswa ini tipenya adalah apa pun yang ia kerjakan, maka harus diselesaikan hingga tuntas. Saya menyiasatinya dengan memberikan soal di akhir belajar agar ia paham. Dari sana saya belajar untuk terus memahami mereka, bagaimana mengatasi mereka, dan sebagainya. Tentu tidak membuat saya jera atau takut untuk mengajar ABK lagi.

Siapa yang menginspirasi Fikar untuk menjadi guru?

Saya dikelilingi dengan orang-orang yang mengajar. Om saya seorang guru dan dedikasinya sangat tinggi. Kemudian, ada senior ketika SMA dulu. Ia bukan guru, tapi suka mengajar adik-adik kelasnya. Saya ingat, ia pernah mengatakan bahwa ia bersedia tidak dibayar kalau berkaitan dengan mengajar. Selain itu, salah seorang guru bahasa Arab yang pernah mengajar saya. Beliau pun tidak mau dibayar. Padahal, saya dan teman-teman sudah mengumpulkan uang untuknya. Namun ia bersikeras tidak mau menerima sepeser pun. Sosok seperti merekalah yang membuat saya berpikir, saya bisa bermanfaat dengan berbagi ilmu untuk sekitar jika menjadi guru.

Menurut Fikar, guru teladan itu seperti apa?

anak berkebutuhan khusus Guru mengajar anak berkebutuhan khusus. (Sumber: theconversation.com)

 Menurut saya, harus mau tahu sisi lain dari siswa-siswinya. Dari sana, barulah berpikir, pola pengajaran seperti apa yang cocok. Kemudian, guru teladan itu yang selalu mau belajar. Kalau kita cuma sekadar mengajar, saya rasa semua orang ada kemampuan untuk mengajar. Namun kalau kita sama-sama mengajar dan belajar, tentu akan sangat baik, bukan?

Apa harapan Fikar terhadap guru di Indonesia sekarang?

Gaji guru di Indonesia itu terbilang kecil, sementara harus menghidupi keluarganya. Rasanya tidak sebanding dengan tugas yang diberikan, sementara mereka harus terus meng-update perkembangan teknologi dan pendidikan. Misalnya ada guru yang sudah sepuh dan tidak mampu mengoperasikan komputer, dan mereka harus selalu mengumpulkan RUU tanpa pemahaman sekali. Saya harap bisa lebih merata dan berkembang ke depannya.

Nah, demikianlah hasil wawancara singkat Ruangguru.com dengan pengagum Muhammad Ali ini. Semoga terus menjadi #MudaMenginspirasi ya, Fikar! Kalau kamu, hal inspiratif apa yang sudah kamu lakukan untuk sesama? Ceritakan di kolom komentar yuk! (TN)

Ruangguru