Sandiaga Uno Sempat Dua Kali Kehilangan Pekerjaan

Menjadi seorang wirausahawan merupakan impian bagi banyak anak-anak muda saat ini. Namun, hal tersebut bukan merupakan cita-cita dari seorang Sandiaga Uno di masa mudanya dulu. Bahkan, pria bernama lengkap Sandiaga Salahuddin Uno ini baru mendengar kata entrepreneurship saat ia duduk di bangku perkuliahan. Baru-baru ini, namanya menjadi populer karena pencalonannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ruangguru.com mengajak kamu untuk mengenal lebih jauh sosok Sandiaga Uno. Yuk, simak!
Sejak kecil, pria yang akrab di sapa Sandi ini sudah memperlihatkan kemampuannya dalam membangun network. Hal tersebut terlihat dari mudahnya ia beradaptasi ketika baru saja pindah ke Jakarta. Sebelumnya, Sandi beserta kakak dan orang tuanya tinggal di Rumbai. Pria yang gemar berolahraga ini menjadikan olahraga basket sebagai salah satu media untuk bergaul. Selain basket, olahraga lari pun ditekuninya. Berbagai event maraton sudah pernah ia ikuti, termasuk juga event lari yang bertujuan untuk amal.

Saat duduk di bangku SMA, Sandi memliki cita-cita yang tidak jauh berbeda dengan kita semua. Ia ingin masuk ke perguruan tinggi negeri, kemudian bekerja di perusahaan bonafide. Saat itu targetnya adalah diterima di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Kamu yang merupakan mahasiswa atau alumnus FEUI boleh berbangga, nih. Pasalnya, kuliah di FEUI merupakan cita-cita Sandiaga Uno yang tidak terealisasi.
Lulus dari SMA, ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di Amerika Serikat. Meski terlihat keren, berkuliah di kota Wichita bukanlah hal yang mudah bagi pria yang lahir 47 tahun silam ini. Ia harus menjalani kuliah sambil bekerja. Saat itu, orang tuanya hanya memberikan one way ticket untuknya berangkat ke negeri Paman Sam. Jika ingin pulang setelah menyelesaikan studinya, otomatis Sandi harus bekerja dan mengumpulkan uang. Tentu saja akhirnya Sandi berhasil pulang ke Indonesia selepas mendapat gelar sarjana dari Wichita State University. Bahkan, ia berhasil lulus dengan predikat summa cumlaude, lho.
Foto: kaskus.co.id
Seorang Sandiaga Uno dikenal sebagai sosok yang setia. Bukan hanya setia dengan pasangannya, Nur Asia, tetapi juga dengan bidang yang ia tekuni. Semenjak lulus S1, ayah dari tiga orang anak ini bergelut di bidang investasi dan perbankan. Hingga saat ini, perusahaan yang ia bentuk bersama salah seorang koleganya, Edwin Soeryadjaya, juga bergerak di bidang yang sama.
Prestasi Sandi tidak hanya terlihat saat di bangku kuliah. Di perusahaan tempat ia pertama bekerja, Bank Summa, performanya dinilai sangat baik. Oleh sebab itu, ia mendapatkan beasiswa untuk menempuh studi S2 di Amerika Serikat dari tempatnya bekerja. Jika sampai di sini kamu berpikir hidup Sandi sempurna, kamu jelas salah. Roller coaster kehidupan Sandiaga Uno baru akan dimulai.
Ketika sedang menjalani program S2-nya di George Washington University, perusahaan yang membiayainya mengalami kredit macet. Akibatnya, beasiswa untuk Sandi terhenti. Seperti saat S1 dulu, ia kembali harus kuliah sambil mencari uang. Sempat terpikir olehnya untuk bekerja sebagai pencuci piring di restoran. Namun, berkat kecerdasannya, ia akhirnya mendapatkan tawaran untuk bekerja di universitas sebagai asisten laboratorium dan tutor.

Perjuangan Sandi tidak sia-sia. Ia berhasil meraih gelar master dengan predikat summa cumlaude. Ia kemudian pulang ke Indonesia dan kembali bekerja di Bank Summa. Kondisi Bank Summa saat itu tidak terlalu baik. Namun, loyalitas Sandi membuatnya bertekad bulat untuk kembali. Sayangnya tidak lama setelah kepulangannya, Bank Summa dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Sandi akhirnya menjadi pengangguran untuk yang pertama kali. Yup, pengusaha yang namanya sempat masuk ke dalam Indonesia’s 50 Richest versi majalah Forbes ini pernah dua kali menjadi pengangguran. Meski berakhir menjadi pengangguran, Sandi tidak pernah menyesali keputusannya bekerja di Bank Summa selepas S2. Pada masa-masa krisis di bank tersebut, ia mendapatkan pelajaran bisnis yang amat berharga. Ia melihat secara langsung bagaimana mentor bisnisnya, William Soeryadjaya, mengelola krisis.
Roda kehidupan Sandiaga Uno terus berputar. Tidak mau berlama-lama terpuruk dalam keadaannya, ia mencoba peruntungannya di Singapura. Di negara seribu satu larangan itu, ia memperbaiki nasibnya. Kariernya menanjak sangat cepat. Saat itu usia Sandi baru menginjak 26 tahun tetapi ia sudah menjadi Executive Vice President di sebuah perusahaan asal Kanada. Ia pun kembali merantau jauh ke Benua Amerika. Di tengah-tengah kesuksesannya, krisis ekonomi di tahun 1998 melanda. Ia pun kembali kehilangan pekerjaannya. Pulang ke Indonesia, ia memutuskan untuk membangun bisnis bersama dengan kawan SMA-nya, Rosan Perkasa Roslani. Bagi Sandi, menjadi seorang wirausahawan merupakan sebuah kecelakaan.

Perlahan tapi pasti, dua sohib itu mendirikan perusahaan bernama Recapital. Perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa penasehat keuangan. Berkat relasi yang dimiliki oleh Sandi dan ibunya, Recapital berhasil mendapatkan klien pertama. Anak kedua dari pasangan Mien dan Rachman Uno ini akhirnya mantap menjadi seorang wirausahawan setelah menyadari bahwa pengalaman dan kemampuan yang ia miliki dapat menjadikannya lebih dari sekedar pegawai kantoran. Selang beberapa tahun, ia tidak sengaja bertemu dengan anak dari William Soeryadjaya, yaitu Edwin Soeryadjaya yang kini menjadi partner bisnisnya. Edwin menawarkan Sandi untuk bergabung dalam bisnis yang tengah dijalaninya. Pada tahun 1998 Sandiaga Uno akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Edwin di perusahaan yang diberi nama Saratoga.
Dalam berbisnis, ia memiliki empat prinsip yang selalu ia pegang dan disingkat sebagai 4 Kerja ‘As’. Prinsip tersebut adalah kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Selain itu, Sandi juga memegang prinsip hidup yang ia ambil dari filosofi berlari. Menurutnya berlari memiliki empat filosofi. Filosofi pertama adalah team work. Berlari memang dapat dilakukan sendiri, tetapi jika dilakukan bersama-sama akan lebih bermakna. Persiapan merupakan filosofi yang kedua. Jika ingin berlari jauh maka persiapan harus dilakukan secara matang. Filosofi yang ketiga adalah kecepatan. Esensi dari berlari adalah kecepatan. Dalam mengambil keputusan bisnis seseorang juga harus cepat. Terakhir adalah endurance. Dalam kehidupan, seseorang harus memiliki ketahanan yang kuat saat terjatuh dan harus mampu bangkit kembali tanpa putus asa.
Begitulah kisah yang dilalui oleh Sandiaga Uno untuk mencapai kesuksesannya saat ini. Semoga usaha dan kerja kerasnya bisa menjadi inspirasi untuk kalian, smart buddies! Jangan lupa untuk berlangganan video pelajaran dan latihan soal di ruangbelajar ya, biar #BelajarJadiMudah! (AZN/KA)