3 Tokoh Perempuan Inspiratif dalam Kongres Pemuda II
Artikel kali ini akan membahas tentang tiga tokoh wanita yang menginspirasi dalam Kongres Pemuda II, yaitu Emma Poeradiredja, Johanna Nanap Tumbuan, dan Siti Sundari.
—
Malam itu, para pemuda necis berduyun-duyun menuju gedung Indonesisch Huis Kramat yang terletak di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat. Kebetulan hari Minggu tanggal 28 Oktober 1928, tepat 91 tahun yang lalu, tengah diadakan rapat terakhir Kongres Pemuda II. Kongres ini dihadiri oleh Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, dan Pemuda Kaum Betawi.

Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 (sumber: kompasiana.com)
Pada malam penutupan Kongres Pemuda II, Wage Rudolf Supratman untuk pertama kalinya memperkenalkan lagu Indonesia Raya ciptaannya dengan menggunakan biola. Namun, saking ketatnya kongres karena dijaga oleh polisi Belanda, akhirnya lagu tersebut dimainkan tanpa syair.

WR. Supratman memperdengarkan alunan “Indonesia Raya” dengan biolanya (sumber: backpackerjakarta.com)
Kongres Pemuda II menghasilkan rumusan berisi tiga baris kalimat heroik dengan nama Sumpah Pemuda. Rumusan Sumpah Pemuda ini adalah ikrar setia untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu Indonesia, meskipun saat itu masih di bawah cengkeraman kolonial.
Nah, kamu kebayang nggak nih gimana antusiasnya mereka pada waktu itu? Kompak banget, ya. Padahal saat itu Indonesia belum merdeka, loh. Ngomongin Sumpah Pemuda, ternyata dalam Kongres tersebut tidak hanya dihadiri para pemuda aja. Ada tiga tokoh perempuan inspiratif yang belum diketahui banyak orang, hadir dalam Kongres tersebut. Hmm.. Kamu tahu nggak nih siapa aja tokoh wanita tersebut? Yuk, simak penjelasan berikut.
1. Emma Poeradiredja
Emma Poeradiredja lahir di Cilimus, Jawa Barat pada 13 Agustus 1902. Pendidikannya dimulai pada tahun 1910 sampai 1917 di HIS (Hollandsch Inlandsche School), Tasikmalaya. Setelah itu, dia melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Bandung tahun 1917 sampai 1921. Tahun 1918, Emma aktif menjadi anggota Jong Java, di organisasi tersebut dia ikut serta dalam Kongres yang membahas beberapa hal, salah satunya tentang kedudukan wanita Sunda.
Setelah tamat, dia bekerja di Staatsspoor en tramwegen (SS) yang sekarang menjadi PT. Kereta Api Indonesia. Di sela-sela bekerja, dia tetap aktif dalam organisasi Jong Islamieten Bond (JIB). Tak lama setelah masuk JIB, Emma dipercaya menjabat sebagai wakil JIB mendampingi Ir. Moh. Nur. Pada tahun 1926, Emma naik jabatan menjadi ketua JIB. Selain itu, Emma juga ikut dalam Kongres Pemuda II, di sana dia menyuarakan isu-isu terkait kemajuan wanita dan pendidikan.
Pada tahun 1930, Emma mendirikan Pasundan Istri (PASI) untuk menampung aspirasi perempuan. Organisasi ini konsisten menyuarakan ajakan agar perempuan terlibat aktif dalam politik dan menuntut pemerintah memenuhi hak-hak politik kaum perempuan.

Emma Poeradiredja bersama rekan-rekannya di Pasundan Istri (sumber: histroria.id)
2. Johanna Nanap Tumbuan
Johanna Nanap Tumbuan lahir di Amurang, Sulawesi Utara, pada 29 November 1910. Johanna merupakan putri seorang pemilik perkebunan kelapa bernama Alexander Tumbuan. Ibunya, Henriette Mosal, sangat memanjanya karena dia satu-satunya perempuan dari dua saudaranya.
Setamatnya sekolah dasar tahun 1926, Johanna melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah Christelijke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Jakarta. Johanna bisa dibilang cukup berbeda dengan siswa-siswa MULO lainnya. Saat banyak teman-temannya tertarik dengan organisasi pemuda, dia justru tidak peduli.
Pada tahun 1927, Johanna bergabung ke dalam organisasi Jong Minahasa dan aktif dalam beberapa kegiatan sosial. Misalnya, dia bersama teman-temannya terjun ke desa-desa untuk memberi bantuan rakyat yang kesusahan. Selain itu, dia juga terlibat dalam beberapa pentas kesenian untuk mengumpulkan dana sosial. Pada Kongres Pemuda II, Johanna berkesempatan menjadi salah satu perempuan pengikrar Sumpah Pemuda.
3. Siti Sundari
Sundari dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah, 25 Agustus 1905. Lahir dari keluarga bangsawan Jawa, dia menjadi salah satu dari sedikit perempuan Indonesia yang dapat menikmati pendidikan Belanda. Setelah tamat sekolah, Sundari bekerja sebagai guru di Kweekschool, Surakarta.
Sundari yang saat itu aktif di Jong Java, ikut menghadiri Kongres Pemuda II. Sundari menjadi salah satu pembicara pada Kongres tersebut yang membahas beberapa masalah seperti pendidikan, kepanduan, kebudayaan, pengajaran, dan kewanitaan. Dia menyampaikannya menggunakan bahasa Belanda. Maklum, selama ini dia terbiasa berbahasa Belanda dan Jawa Krama Inggil.
Namun, pada saat Kongres Perempuan di Yogyakarta tahun 1928, untuk pertama kalinya Sundari menyampaikan pidato yang berjudul “Kewadjiban dan Tjita-tjita Poetri Indonesia” dengan memakai bahasa Indonesia. Menurutnya, perempuan sudah sepatutnya mampu menghasilkan kehidupan berbangsa satu melalui bahasa Indonesia selayaknya Kongres Pemuda II di Batavia.

Kongres Perempuan Pertama di Yogyakarta tahun 1928 (sumber: id.wikipedia.org)
Nah, kamu udah tahu kan kalau Sumpah Pemuda nggak hanya dihadiri oleh para pemuda aja. Ternyata ada beberapa tokoh perempuan yang menginspirasi kita, seperti Emma Poeradiredja, Johanna Nanap Tumbuan, dan Siti Sundari. Hebat, ya! Mau jadi tokoh inspirasi seperti mereka? Gampang kok, salah satunya perbanyak aja pengetahuan kamu di ruangbelajar. Banyak video pembelajaran dan latihan soal loh yang akan membuat kamu makin semangat belajar.