Arita dan Sofanya

Cerpen - Arita dan Sofanya - Karya Abinaya Ghina Jamela

Karya: Abinaya Ghina Jamela

Tidak ada yang lebih baik selain duduk manis di sofa, menyalakan televisi, sambil memakan Cronchon, bagi Arita. Dia bisa melakukannya sehari penuh tanpa melakukan hal lain. Ya, tentu saja dia akan ke kamar mandi jika kebelet atau ke dapur jika lapar. Tapi yang lain? Bisa dibilang tidak ada. Selama 8 tahun tinggal di rumah, Arita lebih suka melakukan tiga hal itu.

Arita anak bungsu dari tiga bersaudara. Arita tinggal bersama ibu, ayah, dan kedua kakaknya di daerah bernama Portul. Kakak pertamanya bernama Arati. Arati perempuan yang kurus kerempeng. Rambut Arati bergelombang, alisnya sering kali mengerut jika sedang marah, bibirnya pucat, dan wajah Arati bulat seperti jeruk sempurna. Arati paling senang jika diberi tugas belajar dan pekerjaan rumah. Sementara kakak kedua Arita, bernama Dati. Dati anak laki-laki yang cukup ceroboh dan tidak bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan seorang anak laki-laki. Meski tubuhnya tinggi besar, Dati sebenarnya penakut. Dia lebih suka menghabiskan waktu di rumah untuk membantu ibu dan kakaknya ketimbang bermain bersama teman-temannya.

Bagaimana dengan Arita? Tidak ada yang istimewa dari Arita, seperti saudaranya yang lain. Bahkan, Arita tidak bisa melakukan hal-hal sederhana yang seharusnya bisa dilakukan anak perempuan. Dia tidak bisa menyuci pakaian, menyapu, menyuci piring, bahkan merapikan kamarnya sendiri. Arita bertubuh pendek, rambut sebahu, hidung mancung, mata besar, telinga kecil, dan wajah oval seperti telur.

Oh ya, omong-omong tentang Cronchon, apa kau tahu apa itu CronchonCronchon terbuat dari tepung yang dicampur telur, dan bahan-bahan lainnya yang biasa kita pakai untuk membuat kue. Cara membuatnya sederhana saja. Setelah semua bahan kue menjadi adonan, masukkan jagung muda yang sudah dikupas dari bonggolnya, aduk rata. Jangan lupa untuk menuangkan pisang yang sudah ditumbuk dengan sangaaaaaaaaat kental. Setelahnya, kalian bisa menyimpannya di lemari pendingin. Tidak perlu lama, tunggu sekitar dua puluh lima menit saja, lalu bentuk sesuai keinginan kalian, goreng hingga berwarna keemasan, taburi gula halus, coklat, keju, atau sprinkle warna-warni, dan selesai sudah.

Rumah Arita hanyalah sebuah rumah kecil yang bersih. Rumah itu berbeda dengan rumah lainnya di Portul. Entah itu rumahnya kecil atau rumah besar sekalipun, sudah pasti kotor dan jorok. setiap kali Arati ataupun Dati mengajak teman-teman mereka main ke rumah mereka, pasti teman-teman Arati dan Dati tidak akan menolak. Tetapi ada satu halangan terbesar Arati dan Dati ketika mengajak teman-teman mereka berkunjung ke rumah. Siapa lagi jika bukan Arita. Setiap kali teman-teman Ararti dan Dati mengajak Arita ngobrol, dia hanya akan menjawab, “hm….” tidak pernah lebih. Tentu saja hal itu mengganggu kedua saudaranya dan teman-teman mereka. Apalagi jika mereka bermaksud ingin menonton sesuatu di televisi.

Arita belum bersekolah, padahal seharusnya tahun ini dia sudah mulai bersekolah. Di Portul, anak-anak mulai bersekolah pada usia delapan tahun. Kakak pertamanya sudah berumur 13 tahun. Sementara kakak keduanya masih berumur 10 tahun. Sebenarnya Ibu Arita sudah memaksa Arita untuk bersekolah. Tetapi Arita tidak mau bangkit dari sofanya. Pernah dua hari lamanya Arita tidak meninggalkan sofa. Dia tidak mandi hingga tidak tidur di kamarnya sendiri.

Sekalipun Arita betah di sofa sambil menonton berlama-lama, tapi dia selalu bangkit dari sofa kesayangannya itu sekitar pukul sembilan pagi untuk mandi, pukul dua belas siang untuk makan siang, pukul empat sore untuk mandi sore, pukul delapan malam untuk makan malam, dan pukul sepuluh malam ketika dia memilih kembali ke kamarnya untuk tidur. Tapi kali itu, Arita tidak mandi dan tidak beranjak dari sofanya dua hari penuh. Bahkan dia malas untuk ke kamar mandi atau ke dapur.  Ibu Arita yang terpaksa membawakan makanan ke sofa favorit Arita. Mungkin Ibu Arita tidak mau jika anaknya menjadi sakit.

Tentu saja kalian heran kenapa Ibu Arita tidak pernah memarahi Arita, menjewer telinganya, atau menyeretnya dari sofa itu seperti ibu-ibu lain. Ibu Arita berbeda. Dia tidak suka mencampuri urusan orang lain, termasuk urusan anak-anaknya. Mungkin bisa dibilang, Ibu Arita tidak peduli pada hal-hal yang dilakukan oleh anak-anaknya. Ibu Arita hanya peduli pada dua hal. Pertama, bagaimana cara membuat rumahnya selalu terlihat bersih dan rapi. Kedua, bagaimana cara mengisi rumahnya yang bersih dan rapi itu dengan perabotan mewah. Untuk yang pertama, semua orang tahu jika rumah Arita yang paling bersih di daerah itu, tidak ada tandingannya. Untuk yang kedua,  semua perabotan di rumah Arita memiliki sejarahnya masing-masing. Dan yang mengetahui sejarah-sejarah perabotan itu hanyalah Ibu Arita.

Ibu Arita tidak mudah tertipu seperti ibu-ibu lain di Portul yang mudah tertipu oleh para pedagang. Seorang penjual handphone mengatakan jika dia memberikan diskon besar-besaran untuk produk handphone. Penjual itu mendiskonkan handphone-nya yang seharga satu juta rupiah menjadi sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah. Sebenarnya itu tidak bisa dikatakan diskon. Hanya potongan harga sebanyak 1 rupiah. Tentu saja tidak akan ada kembalian untuk uang sebesar satu rupiah. Akhirnya, penjual tetap menerima 10 lembar uang berwarna merah muda sambil menciuminya dan menaruhnya di laci uangnya. Handphone itu tetap saja dibayar dengan harga yang sama. Tidak ada diskon, tidak ada potongan, hanya kata-kata Diskon saja.

Tapi anehnya, banyak ibu-ibu yang berdatangan membeli Handphone itu hanya karena mendengar kata ‘diskon’. Mereka seperti tidak menggunakan otak mereka untuk mencerna dan menghitung baik-baik. Mereka hanya mementingkan kata diskon. Ibu Arita pernah sekali mengintip ke dalam laci uang si penjual handphone dan tidak menemukan warna lain selain merah muda di sana.

Tapi Ibu Arita berbeda dengan ibu-ibu lainnya di Portul. Dia sangat berhati-hati ketika mendengar kata belanja atau diskon di telinganya. Bahkan, setiap berbelanja, dia hanya membawa uang dua ratus ribu, tidak lebih. Dia akan berlama-lama berdiri di depan satu rak barang, memegang sebuah produk di tangan kirinya, mengambil produk lain dengan tangan kanannya. Dia akan membaca baik-baik setiap tulisan yang ada di produk itu. Matanya akan bergerak ke kiri dan ke kanan. Dia akan melakukan itu berulang-ulang dengan produk lainnya. Dia bisa menghabiskan waktu satu jam lebih hanya untuk memilih cairan pembersih lantai. Ibu-ibu lainnya menganggap Ibu Arita sangat aneh. Tetapi setiap kali diingatkan suami atau anaknya, Ibu Arita bilang jika dia sekadar tidak ingin uangnya habis sekaligus saat berbelanja.

Ibu Arita tidak  mudah tertipu oleh iming-iming diskon atau bonus dari penjual atau toko swalayan. Bahkan untuk sebuah panci stainless besar berukir bunga-bunga kristal seharga satu juta rupiah sekalipun. Oh ya, bicara tentang panci itu, apakah kamu tahu jika panci itu sudah tergantung cantik di dinding dapur rumah Arita dan  digunakan Ibu Arita untuk merebus air? Kalian pasti penasaran, bagaimana mungkin panci seharga satu juta untuk merebus air bisa dibeli oleh Ibu Arita yang sangat pelit dan perhitungan itu?

Begini, Ibu Arita tahu banyak tentang CCTV. Dia juga tahu semua Blind Spot di supermarket, di toko swalayan, atau di seluruh kota Portul. Bagaimana dia bisa tahu? Aku akan menceritakannya nanti. Tapi kamu jangan berpikir jika panci seharga dua juta di dapur Ibu Arita ada hubungannya dengan CCTV dan blind spot. Atau semacam kalian berharap ini sebuah pencurian rendahan yang dilakukan oleh Ibu Arita. Tentu saja Ibu Arita sudah memikirkannya matang-matang dan tidak mau namanya ternoda oleh pencurian rendahan semacam itu. Tapi salah satu keahlian Ibu Arita adalah keberuntungan. Ya, dia memiliki keberuntungan, dan itu menjadi semacam keahliannya.

 

Tentang penulis:

Abinaya Ghina Jamela dilahirkan di Padang, 11 Oktober 2009. Menulis puisi, prosa, dan esai. Telah menerbitkan buku-buku: Resep Membuat Jagat Raya (2017), Aku Radio bagi Mamaku (2018), Mengapa Aku Harus Membaca (2019), Rahasia Negeri Osi (2020), Kucing, Lelaki Tua dan Penulis yang Keliru (2021).

Abinaya juga aktif berkegiatan di bidang sosial, pendidikan dan literasi. Mendirikan komunitas Sahabat Gorga dan Rumah Kreatif Naya. Bersekolah dan menetap di Yogyakarta. Keseharian Naya bisa dilihat melalui akun Instagram @naya_ghinajamela dan laman website www.duniakecilnaya.com.

Ruangguru membuka kesempatan untuk kamu yang suka menulis cerpen dan resensi buku untuk diterbitkan di ruangbaca, lho! Setiap minggunya, akan ada 1 cerpen dan 1 resensi buku yang dipublikasikan. Yuk, kirimkan karyamu sebanyak-banyaknya! Simak syarat dan ketentuannya di artikel ini. Kami tunggu ya~

IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

Ruangguru