Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia: dari Djadoel sampai Kekinian

Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

Seperti apa sih perkembangan ejaan bahasa Indonesia dari zaman dahulu hingga sekarang? Yuk, cari tahu ejaan dari djaman djadoel Ejaan van Ophuijsen sampai ejaan kekinian EBI di sini.

“Kamu ini nulis cerpen atau nulis password Facebook? Kok huruf kapitalnya asal-asalan, banyak tanda baca nggak jelas, dan ini nih, pakai angka segala di tengah-tengah!”

Buat kamu yang pernah coba kirim cerpen atau naskah novel ke penerbit apa pernah mengalami hal itu? Bukan hanya saat menulis cerpen sih, ejaan juga sangat penting dalam penulisan resmi seperti surat, lamaran pekerjaan, email, pengumuman, bahkan chat Whatsapp untuk guru. Duh, jangan sampai deh kalian di-block guru gara-gara tulisannya naik-turun kayak debar jantung saat ketemu doi. Eaaa….

Tetapi sebelumnya, apa kamu udah tahu apa yang dimaksud ejaan? Menurut KBBI Daring, ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Tapi kali ini Ruangguru bukan mau bahas tentang cara penulisan ejaan, melainkan perkembangan ejaan bahasa Indonesia itu sendiri. Sejauh ini, telah ada enam kali pengubahan pedoman ejaan. Mau tahu apa aja? Check these out!

 

1. Ejaan van Ophuisjen

Ini merupakan pedoman resmi ejaan pertama yang diterbitkan pada tahun 1901. Fyi, bahasa Indonesia waktu itu masih disebut sebagai bahasa Melayu. Bisa ditebak dari namanya, ejaan ini disusun oleh orang Belanda bernama Charles A. van Ophuijsen dan dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Gimana sih ciri-ciri ejaan yang benar menurut Mbah van Ophuijsen? Nih, Ruangguru kasih rangkumannya ya.

Ciri-ciri ejaan van Ophuijsen

 

2. Ejaan Soewandi

Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Kenapa disebut Ejaan Soewandi? Benar sekali! Karena penyusunnya adalah Mr. Raden Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Oh iya, ejaan ini dikenal juga sebagai Ejaan Republik lho.

Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam penggunaan diftong (gabungan dua huruf vokal) oe yang diganti menjadi huruf u, dan dihapuskannya tanda apostrof. Nah, tanda apostrof ini diganti menjadi huruf k atau tidak dituliskan sama sekali. Contohnya:

  • Jum’at → Jumat
  • ra’yat → rakyat
  • ma’af → maaf

perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia-sejarah-perkembangan-pengertian-panduan-eyd-ejaan-umum-bahasa-indonesiaIklan zaman dulu yang menggunakan Ejaan Soewandi (sumber: fotokita.grid.id)

Baca juga: Inilah 7 Profesi Untuk Mahasiswa Lulusan Sastra Indonesia

 

3. Ejaan Pembaharuan

Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain: membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak digunakan dalam kata berulang yang  memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan alunalun.

Tapi, ejaan ini nggak jadi diresmikan dalam undang-undang. Huft… untung deh. Pasti bakal aneh kalau “koboi junior naik kerbau” ditulis jadi “koboy junior naik kerbaw”.

 

4. Ejaan Melindo

Melindo itu… buah yang kulitnya warna merah yang suka dibuat emping, ya? Itu melinjo….

Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Yup, draft penyusunan ejaan ini disusun pada tahun 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, yang dalam hal ini adalah Malaysia. Perubahan yang diajukan dalam ejaan ini nggak jauh berbeda kok dari Ejaan Pembaharuan.

Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua negara. Secara ‘kan ya Indonesia dan Malaysia bahasanya mirip-mirip gitu. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia waktu itu.

 

5. Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Ejaan ini bisa dibilang adalah lanjutan dari Ejaan Melindo yang nggak jadi itu. Panitianya masih campuran antara Indonesia dan Malaysia dan dibentuk pada tahun 1967. Isinya juga nggak jauh berbeda dari Ejaan yang Disempurnakan (yang akan dijelaskan selanjutnya), hanya ada perbedaan di beberapa kaidahnya saja.

Ada pun huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan ini, istilah-istilah asing sudah mulai diserap seperti: extra → ekstra; qalb → kalbu; guerilla → gerilya.

 

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Kamu pasti udah kenal dong sama yang namanya EYD. Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015. Di antara deretan “mantan” ejaan di atas, EYD ini yang paling awet. Juga, ejaan ini mengatur secara lengkap tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia, antara lain: tentang unsur bahasa serapan, tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”. penggunaan huruf kapital, dan penggunaan cetak miring. Selain itu, huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan “z” yang kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi bagian Bahasa Indonesia. 

Yuk, intip perkembangan ejaan di bawah ini.

Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia

 

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, EBI pun resmi berlaku sebagai ejaan baru Bahasa Indonesia. Katanya, latar belakang diresmikan ejaan baru ini adalah karena perkembangan pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga pemakaian bahasa Indonesia semakin luas. Ejaan ini menyempurnakan EYD, terutama dalam hal penambahan diftong, penggunaan huruf kapital, dan cetak tebal.

Ruangguru sudah rangkum hal yang perlu di-highlight nih.

  • Huruf diftong yang berlaku antara lain: ai, au, ei, oi
  • Lafal huruf “e” menjadi tiga jenis. Contohnya seperti pada lafal: petak, kena, militer
  • Penulisan cetak tebal untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring, dan bagian-bagian karangan seperti judul, bab, dan subbab.
  • Huruf kapital pada nama julukan seseorang. Contohnya: Pak Haji Bahrudin
  • Tanda elipsis (…) digunakan dalam kalimat yang tidak selesai dalam dialog.

Selain berkembang dalam ejaan, bahasa Indonesia juga mengalami pembaharuan dalam teknologi. Sekarang ini kalian jadi lebih mudah kepoin KBBI dan EBI karena sudah dibuat versi daring. Jadi, buat yang masih butuh kejelasan hubungan ini, ehm… maksudnya penjelasan tambahan tentang EBI, bisa meluncur ke EBI Daring. Kalian nggak perlu lagi deh repot-repot pinjam KBBI atau pedoman umum EBI cetak untuk cari ejaan penulisan yang benar.

Sama halnya dengan bimbel. Dengan Ruangguru, kalian nggak perlu repot-repot datang ke tempat les atau nyontek teman saat kesulitan menghadapi PR. Kamu bisa langsung lihat pembahasan materinya melalui video beranimasi seru interaktif di ruangbelajar.

IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

 

Fauzia Astuti