Apa Bahaya Psikotropika dan Bagaimana Cara Menghindarinya? | Biologi Kelas 11

Biologi_11

Apa hal yang paling menyedihkan yang pernah kamu rasakan? Bagian yang ketika kamu mengingatnya, akan membuatmu masuk ke dalam pikiran lebih jauh. Ke dalam kemurungan. Rasanya seperti ingin menyendiri. Menangis di pojokan sekencang-kencangnya. Sampai habis suara. Sampai tersebar berlembar-lembar tisu. Sampai kamu merasa, bahwa hidup ini tidak adil dan kamu mulai menyalahi semuanya. Ketika kamu berada di puncak kesedihan seperti itu, ketika kamu merasa sepedih itu, semuanya bisa berujung kepada satu hal: psikotropika. Dan saat dalam keadaan sedih, kita bisa lupa apa saja bahaya psikotropika itu.

Lebih jauh lagi, banyak pengguna psikotropika yang berakhir pada kematian. Mulai dari berita yang mengatakan kalau si A tidak sanggup hidup dengan kehidupan sosialnya selama ini. Sampai alasan remeh seperti ditinggal nikah dan akhirnya stres sehingga memilih untuk overdosis saja. Berita terakhir biasanya kita temukan di Koran Lampu itu.

Tapi, benarkah mencari pelarian seperti mengonsumsi psikotropika adalah jawabannya? Apakah hidup kita menjadi bahagia setelahnya? Bagaimana kalau setelah mengonsumsi psiktropika, overdosis, mati, lalu di alam selanjutnya malah menyesal, stres, dan akhirnya pengin make psikotropika lagi? Bukannya happy ending, malah derita tiada ending.

Ada berbagai alasan ketika seseorang memutuskan untuk mengonsumsi psikotropika (bukan narkoba, ya). Hal paling klasik adalah karena obat-obatan membuat dia tenang. Ada sesuatu yang mengubahnya jadi lebih senang. Ada sesuatu yang menjadikannya seolah terbang.

pengertian psikotropika

Masalahnya, apa benar seperti itu efek psikotropika?

Apa benar psikotropika bisa membuat kita bahagia begitu saja?

Selagi membahas dampaknya, kita akan mengkaji psikotropika dalam berbagai kategori. Berdasarkan dampaknya bagi tubuh, psikotropika terbagi menjadi beberapa kategori:

STIMULAN

Stimulan adalah kategori psikotropika yang apabila dikonsumsi akan merangsang kerja sistem saraf pusat dan kerja organ. Ketika seseorang menggunakan stimulan, dia akan merasa senang dan bahagia berlebihan. Itulah mengapa ada anggapan bahwa orang yang suka “senyum-senyum sendiri” adalah pengguna obat-obatan.

Masalahnya, apakah efek “senang” yang ditimbulkan itu berdampak baik? Kalau memang efek singkat dari stimulan hanya itu saja, apa bedanya dengan tiduran di sofa siang-siang? Sama-sama bikin senang.

Sayangnya, hal ini berbeda.

Perasaan “senang” yang timbul akibat priskotropika akan menurunkan daya koordinasi tubuh. Hal ini terjadi karena kita kekurangan neurotransmitter—zat yang bisa mengantarkan impuls saraf.

Di otak kita, ada dopamine—neurotransmitter yang berfungsi untuk “membuat kita merasa bahagia”. Contohnya, saat kita makan es krim cokelat, dopamine akan membuat kita merasa “Wah, enak banget nih es krim. Rasanya mantul! Mantap betul! Besok beli lagi ah!” sambil merem melek keenakan sendiri. Hal ini memang terlihat menyenangkan.

Tapi, apa yang terjadi kalau si dopamine ini dihasilkan dari hal negatif kayak psikotropika?

Pada akhirnya, seorang pengonsumsi “butuh” rasa senang itu terus-menerus. Dia jadi “candu” kepada obat-obatan. Dan ketika efek candu itu muncul, artinya kamu harus membeli. Dan iya, kamu harus mengeluarkan uang banyak. Lebih parahnya, ketika kamu tidak mendapatkan obat-obatan tersebut, kamu akan frustasi dan masuk ke dalam “kesepian” yang sebelumnya kamu coba hindari.

Adapun contoh dari psikotropika jenis stimulan: Ekstasi, amfetamin.

DEPRESAN

Berbeda dengan stimulan yang akan memberikan efek “senang dan aktif”, depresan ini sebaliknya. Ini adalah jenis psikotropika yang membuat sistem kerja saraf menurun. Saat seseorang mengonsumsi depresan, badannya akan cenderung menjadi tenang dan rileks. Kalau berlebihan? Tentu, kamu akan tenang, tenang, tenang, dan nggak bangun-bangun lagi. Hmmmm.

contoh depresan

HALUSINOGEN

Bisa tebak dari namanya? Halusinogen adalah kategori psikotropika yang dapat mengacaukan sistem kerja saraf pusat. Kalau kamu mengonsumsi halusinogen, pikiran kamu akan “dirusaki”. Kamu jadi berimajinasi dan susah membedakan dunia nyata, dan mana dunia rekaan kamu sendiri.

Baca juga: Cara Termudah untuk Sehat Hari Ini

Pernah membayangkan pacaran sama Justin Bieber? Oke, kalau itu bukan halusinasi. Memang mengkhayal aja…

Kamu mungkin berpikir bahwa halusinasi hanya akan membuat kita “membayangkan” sesuatu yang ngawur. Lalu apa bahayanya?

Ya jelas bahaya, dong. Bayangkan ada seseorang menggunakan LSD (lysergic acid Diathylamide) lalu ia mengendarai sepeda motor. Bisa jadi di dalam pikirannya, ia adalah pembalap moto gp benaran. Alhasil, dia ngebut-ngebutan, mengabaikan peraturan lalu lintas dan malah menabrak tiang listrik. Ya, semua berawal dari menggunakan psikotropika. Serem abis.

Kalau menurut kamu itu belum cukup dan masih berkilah “Ya udah, abis make LSD, gue di rumah aja! Joget-joget kayak Nella karisma!” Eits, tunggu dulu. Dalam jangka panjang, apabila dikonsumsi terus-menerus, LSD dan berbagai jenis halusinogen bisa membuat kamu punya gangguan lain. Seperti misalnya, mengalami kerusakan otak, gangguan daya ingat, bahkan beresiko kematian.

psikotropika berdasarkan tingkat ketergantungan

Lalu, bagaimana cara kita menghindari ini?

Bagaimana supaya kita tidak kecanduan psikotropika?

Jawabannya: gampang.

Pertama-tama, mari kita kembali ke abad 20-an. Masa di mana para peneliti membuat eksperimen mengenai “kecanduan”. Saat itu, para peneliti memasukkan seekor tikus ke dalam kandang kosong. Ia kemudian menyediakan dua jenis minuman; satu merupakan air mineral normal, dan yang satunya adalah air mineral yang mengandung psikotropika.

Apa yang terjadi?

Si tikus meminum air yang mengandung heroin. Lalu, seperti halnya yang terjadi pada manusia, dia kecanduan. Alhasil, ia meminumnya lagi, dan lagi.

Dia pun overdosis, dan mati.

Sekilas ini menandakan bahwa kecanduan adalah proses yang pasti terjadi dan tidak bisa dihindari. Ini tentu sangat berbahaya. Sampai pada tahun 1970-an, Bruce Alexander, seorang profesor di bidang psikologi menemukan sebuah kejanggalan: ia sadar kalau kandang tikus yang dijadikan eksperimen kosong. Si tikus hanya sendirian, dan, tidak punya “pilihan lain” selain “mengonsumsi psikotropika”.

Si profesor kemudian mengubah eksperimen ini. Dia menambahkan berbagai “mainan” untuk si tikus. Di dalam kandangnya diberikan lorong untuk bermain, bola-bola warna-warni, dan tikus lain untuk “bersosialisasi”.

Hasilnya? Dia tidak minum air yang mengandung psikotropika sebegitu banyak. Dia tidak overdosis dan lebih memilih untuk banyak minum dari air normal.

Apa artinya?

Kecanduan, atau konsumsi zat-zat beracun seperti psikotropika sangat didasari oleh lingkungan konsumen. Ketika seseorang merasa kesepian, sendirian, “tidak bisa melakukan apa-apa” dan di hadapannya disodorkan psikotropika, kemungkinan besar dia akan kecanduan. Dia merasa psikotropika adalah jalan keluar untuk membuatnya bahagia. Hasilnya, kita, kamu, siapa saja, bisa overdosis dan meninggal dunia.

Sebaliknya, ketika hidup kita dikelilingi lingkungan yang menyenangkan, bisa melakukan hal yang kita senang tanpa beban, tanpa merasa sendirian. Dengan kondisi ini, meskipun kita disodorkan oleh psikotropika, secara tidak sadar, tubuh kita akan “menghindarinya”. Karena kita merasa tidak membutuhkan hal-hal semacam itu. Kita tidak butuh kebahagiaan palsu.

Itulah sebabnya, seringkali kita salah persepsi dalam pertemanan. Terkadang, kita merasa pertemanan yang besar adalah segalanya. Kita jadi mengandalkan berbagai cara supaya punya lingkaran pertemanan yang luas. Lingkaran pertemanan yang besar seringkali membawa persepsi kalau seseorang “eksis abis”. Padahal kita, di dalamnya, bisa jadi merasa tidak nyaman dan menemukan kepalsuan.

Karena seharusnya, menghindari psikotropika semudah menghindari pertemanan yang diukur.

Dan menggantinya menjadi rasa syukur.

Kalau kamu ingin memelajari materi seperti ini (bahaya psikotropika dan bagaimana cara menghindarinya) dengan menonton video pembelajaran beranimasi, lengkap dengan rangkuman dan latihan soal, yuk langsung tonton di ruangbelajar!

 IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

Kresnoadi