Biografi Sutan Syahrir, Perdana Menteri Pertama dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Artikel ini membahas tentang siapa itu Sutan Syahrir, mulai dari kehidupan awal hingga akhir hayatnya. Kita juga akan membahas tentang perjuangan Sutan Syahrir untuk Indonesia. Mari simak bersama-sama guys!
—
Kalau kita ngomongin tokoh-tokoh penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, nama Sutan Syahrir pasti nggak boleh ketinggalan. Ia dikenal sebagai sosok cerdas, berani, dan punya prinsip kuat yang nggak gampang goyah. Nggak heran kalau dia dijuluki “Si Kancil”, karena kecerdikannya dalam berdiplomasi dan bermanuver di tengah situasi politik yang rumit.
Syahrir bukan cuma sekadar perdana menteri pertama Indonesia, tapi juga seorang pemikir besar yang punya pengaruh kuat terhadap arah bangsa. Ia percaya bahwa perjuangan kemerdekaan bukan cuma soal angkat senjata, tapi juga lewat pendidikan, kesadaran rakyat, dan diplomasi yang elegan. Visi dan misinya terhadap Indonesia yang merdeka, adil, dan demokratis jadi pondasi penting dalam sejarah politik negeri ini.
Lewat sikapnya yang konsisten menolak kolaborasi dengan Jepang, sampai usahanya mendorong Proklamasi Kemerdekaan, Syahrir menunjukkan bahwa ia adalah pejuang sejati. Nah guys, supaya makin paham siapa sebenarnya Sutan Syahrir dan kenapa jasanya begitu besar buat Indonesia, yuk kita simak kisah perjalanan hidup dan perjuangannya dari awal hingga akhir. Kita mulai dari masa kecil dan latar belakang pendidikannya, yang jadi pondasi penting terbentuknya karakter hebat ini.
Kehidupan Awal dan Latar Belakang Keluarga
Guys, Sutan Syahrir lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera Barat, sebagai anak kedelapan dari pasangan Mohammad Rasyad dan Siti Rabiah. Ayahnya adalah jaksa terkenal di Kesultanan Deli, sementara ibunya berasal dari keluarga bangsawan Minang-Mandailing.
Kita tahu kalau Syahrir sebenarnya lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ayahnya, Muhammad Rasad, bergelar Maharaja Sutan dan merupakan jaksa penuntut umum sekaligus penasihat Sultan Deli. Jadi bisa dibilang, Syahrir dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan hukum. Lingkungan itulah yang membentuk cara pikir kritis beliau sejak masih anak-anak.
Sejak kecil, Syahrir sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ia sering meraih prestasi tinggi saat sekolah, meski tulisan tangannya kurang rapi. Kemampuannya dalam memahami pelajaran membuat guru-gurunya kagum. Ia juga dikenal suka membaca dan menyukai diskusi, bahkan sejak usia dini.
Baca Juga: Biografi Chairil Anwar, Pelopor Puisi Modern Indonesia
Pendidikan Sutan Syahrir
Perjalanan pendidikan Syahrir dimulai dari Europeesche Lagere School (ELS) di Medan, setara SD saat ini. Lalu ia lanjut ke MULO (setara SMP) dan AMS Bandung, yang setara dengan SMA, tempat ia mulai mendalami sejarah dan filsafat. Di AMS, minatnya pada ilmu sosial dan pemikiran kritis mulai berkembang pesat. Ia juga belajar bahasa Latin dan mulai tertarik pada isu-isu sosial.
Baca Juga: Dampak Imperialisme dan Kolonialisme terhadap Bangsa Indonesia
Di sana, ia nggak cuma belajar, tapi aktif juga di seni teater lewat kelompok Batovis dan organisasi Jong Indonesie. Bahkan, guys, ia sempat bikin sekolah rakyat bernama Tjahja Volksuniversiteit buat ngajarin masyarakat.
Setelah lulus AMS tahun 1929, Syahrir dapat beasiswa kuliah hukum di Universitas Amsterdam, Belanda. Tapi karena jiwa nasionalismenya begitu kuat, ia lebih tertarik berorganisasi bareng Perhimpunan Indonesia dan akhirnya memutuskan pulang ke Tanah Air tahun 1931, tanpa menyelesaikan kuliah.
Di sana, ia aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan tanah air. Ia banyak membaca karya pemikir seperti Karl Marx dan Rosa Luxemburg, yang memperkuat pandangan sosialismenya. Pengalaman ini membentuk pemikiran politiknya yang kritis terhadap kolonialisme dan ketidakadilan.

Foto Sutan Sjahrir (https://id.wikipedia.org/)
Perjuangan Sutan Syahrir dalam Kemerdekaan Indonesia
Sekarang, kita bahas satu persatu ya perjuangan Sutan Syahrir dalam kemerdekaan Indonesia, ada banyak fase yang dilalui Syahrir dalam berjuang untuk Indonesia, berikut penjelasannya ya!
Awal karir politik dan perjuangan melawan penjajah
Sesampainya di Indonesia, Sutan Syahrir langsung gabung bareng Bung Hatta buat terjun ke dunia politik. Mereka sama-sama mendirikan Partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) pada tahun 1932. Partai ini punya tujuan mulia banget, yaitu menyadarkan rakyat lewat pendidikan dan perjuangan politik yang intelek. Syahrir percaya bahwa kemerdekaan sejati ngga bisa diraih tanpa pengetahuan dan kesadaran dari masyarakat.
Baca Juga: Biografi Moh Hatta, Pendiri Bangsa yang Lebih dari Bapak Koperasi Indonesia
Sayangnya, pada tahun 1934, perjuangan Syahrir sempat terhenti karena ia ditangkap pemerintah kolonial Belanda. Ia lalu diasingkan ke Boven Digul, sebuah tempat terpencil yang terkenal sebagai penjara politik. Setelah itu, ia dipindahkan ke Banda Neira, dan di sana ia satu tempat pengasingan bareng Bung Hatta. Terakhir, Syahrir ditahan di Sukabumi hingga masa pendudukan Jepang tiba.
Tapi guys, walaupun dalam pengasingan, semangat juang Syahrir nggak pernah padam. Ia tetap produktif menulis, merenung, dan merumuskan gagasan-gagasan politik yang kritis dan progresif. Ia juga aktif menyampaikan pemikiran melalui surat dan tulisan yang kelak banyak mempengaruhi arah perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan dari tempat terasing, Syahrir masih bisa jadi pemantik semangat nasionalisme.
Saat Jepang datang ke Indonesia, banyak tokoh pergerakan memilih ikut serta dalam pemerintahan pendudukan Jepang. Tapi beda cerita sama Syahrir, guys. Ia menolak berkolaborasi dengan Jepang dan memilih untuk memperkuat gerakan bawah tanah demi kemerdekaan Indonesia yang sejati. Buat Syahrir, kemerdekaan harus diperjuangkan atas dasar kebenaran dan moral, bukan karena belas kasihan penjajah.
Peran dalam Proklamasi Kemerdekaan
Begitu Syahrir mendengar kabar kekalahan Jepang dari siaran radio asing, ia langsung gercep alias gerak cepat. Ia segera menyampaikan berita penting itu ke Soekarno dan Hatta, sambil mendorong mereka untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Buat Syahrir, momen itu adalah kesempatan emas yang nggak boleh dilewatkan, karena kalau terlalu lama, bisa-bisa Jepang malah balik memanfaatkan situasi.
Ngga cuma itu aja, guys, Syahrir juga khawatir kalau para pemimpin bangsa bakal diperalat Jepang demi kepentingan politik mereka. Maka dari itu, ia ikut mendukung rencana “menculik” Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuannya bukan buat menyakiti, tapi justru demi keselamatan mereka dan mempercepat pengambilan keputusan soal proklamasi. Langkah ini jadi bagian penting dari usaha bawah tanah buat memastikan Indonesia benar-benar merdeka secara penuh.
Peran penting setelah kemerdekaan dan Perundingan Linggarjati
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan belum selesai, guys. Syahrir memainkan peran penting dalam diplomasi internasional agar kemerdekaan Indonesia diakui dunia. Nah, setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Syahrir langsung ditunjuk jadi Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pada 14 November 1945, dia resmi diangkat jadi Perdana Menteri Indonesia yang pertama. Bahkan, waktu itu usianya masih 36 tahun dan jadi perdana menteri termuda di dunia!
Sebagai PM, Syahrir mendukung pendekatan diplomatik untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia. Ia jadi arsitek dari Perjanjian Linggarjati tahun 1947 yang walaupun menuai pro dan kontra, tapi berhasil menarik simpati internasional untuk Republik Indonesia.
Saat itu bisa membuat Belanda mengakui kedaulatan de facto Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Ia juga menggunakan “diplomasi beras” dengan mengirim bantuan pangan ke India untuk meraih simpati global.
Baca Juga: Perjanjian Linggajati: Latar Belakang, Tokoh, dan Hasilnya
Konflik dan Penculikan
Guys, meskipun Syahrir punya niat mulia buat mempertahankan kemerdekaan lewat jalan damai dan diplomasi, perjuangannya nggak selalu berjalan mulus. Pada 26 Juni 1946, ia jadi korban penculikan oleh kelompok oposisi yang dikenal dengan nama Persatuan Perjuangan.
Kelompok ini dipimpin oleh tokoh-tokoh besar juga, seperti Tan Malaka dan Mayjen Soedarsono, yang punya pandangan berbeda tentang cara mempertahankan kemerdekaan. Kelompok ini menolak keras pendekatan diplomatik yang ditempuh Syahrir dalam menghadapi Belanda.
Mereka menginginkan kemerdekaan total tanpa harus duduk di meja perundingan, bahkan rela mengangkat senjata. Bagi mereka, diplomasi dianggap bentuk kelemahan yang bisa menghambat perjuangan rakyat. Pandangan inilah yang bikin Syahrir dianggap sebagai penghalang oleh kelompok itu.
Untungnya guys, konflik itu nggak berlangsung lama. Setelah Presiden Soekarno turun tangan dan situasi mulai terkendali, Syahrir pun dibebaskan dari penculikan. Ia bahkan kembali dipercaya menjabat sebagai Perdana Menteri dan memimpin Perundingan Linggarjati. Kejadian ini makin menunjukkan kalau Syahrir punya tempat penting dalam menjaga stabilitas politik Indonesia pasca-kemerdekaan.
Akhir Karier Politik dan Pengasingan Kedua
Setelah masa jabatannya sebagai PM selesai, Syahrir tetap aktif dalam dunia politik. Ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada tahun 1948 sebagai wadah perjuangannya dalam menegakkan demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia. Lewat PSI, ia berusaha membawa pemikiran progresif dan moderat untuk membangun bangsa yang lebih adil dan beradab.
Sayangnya, di era Orde Lama, PSI mulai dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah. Syahrir dan partainya dituding terlibat dalam gerakan subversif, meskipun tanpa bukti yang kuat. Akibatnya, pada tahun 1962, ia ditangkap tanpa proses pengadilan yang jelas. Ia lalu diasingkan ke luar negeri dalam kondisi kesehatan yang makin memburuk.
Di pengasingan, Syahrir menjalani hidup yang sunyi dan penuh keterbatasan. Ia akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada 9 April 1966 di Zurich, Swiss. Saat jenazahnya dibawa pulang ke Indonesia, bendera merah putih dikibarkan setengah tiang sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan pengorbanannya untuk bangsa ini. Nama Syahrir tetap harum sebagai salah satu tokoh besar yang memperjuangkan kemerdekaan dengan cara damai dan intelek.
Warisan dan Kontribusi
Sutan Syahrir itu dikenal sebagai perdana menteri pertama Indonesia yang menjabat dari tahun 1945 sampai 1947. Ia bukan cuma pemimpin politik, tapi juga seorang diplomat ulung yang membawa nama Indonesia dikenal di dunia internasional lewat pendekatan damai. Di tengah situasi perang dan konflik, Syahrir tetap konsisten dengan jalan diplomasi sebagai solusi. Keberaniannya berdiplomasi dengan Belanda di tengah tekanan revolusi menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan masa depan bangsa.
Nggak cuma di dunia politik, Syahrir juga peduli banget sama pendidikan. Ia mendirikan sekolah rakyat bernama “Cahya” yang bertujuan buat menyebarkan ilmu pengetahuan ke masyarakat bawah. Buat Syahrir, pendidikan adalah kunci kemerdekaan yang sesungguhnya. Dengan sekolah ini, ia ingin rakyat kecil juga bisa berpikir kritis dan ikut menentukan arah bangsa ke depan.
Pemikiran Syahrir soal sosialisme juga unik dan moderat. Ia menolak komunisme yang ekstrim tapi juga ngga setuju dengan kapitalisme liberal yang terlalu menindas. Ia percaya bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan lewat jalan yang manusiawi, demokratis, dan penuh etika. Konsep inilah yang jadi dasar perjuangan politiknya lewat Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Kalau lihat foto-foto Syahrir, guys, kita bakal lihat sosok yang sederhana: berkacamata, senyumnya tenang, tapi auranya karismatik. Ia lebih suka berdiskusi di ruang kecil daripada tampil di panggung besar. Gaya hidupnya jauh dari kemewahan, karena ia fokus banget pada ide, perjuangan, dan rakyat. Warisan Syahrir bukan cuma catatan sejarah, tapi juga nilai-nilai perjuangan, kejujuran politik, dan cinta tanah air yang tulus.
Jadi, dari biografi Sutan Syahrir ini kita bisa belajar bahwa perjuangan tidak selalu harus lewat senjata. Ia membuktikan bahwa pemikiran, diplomasi, dan konsistensi bisa membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Dari aktivis mahasiswa hingga jadi perdana menteri, Syahrir adalah simbol perjuangan intelektual dan moral. Meski mengalami penahanan dan wafat di pengasingan, namanya tetap abadi dalam sejarah bangsa.
—
Kalau kalian tertarik belajar lebih banyak soal tokoh-tokoh sejarah atau ingin lebih paham soal politik, ekonomi, atau ideologi—langsung aja konsultasi ke guru-guru berpengalaman di Ruangguru Privat Sejarah!
Belajar nggak cuma menyenangkan, tapi kamu juga bakal diajari konsepnya sampai paham! Para pengajar di Ruangguru Privat juga sudah terstandarisasi kualitasnya, loh. Kamu juga bisa pilih nih, mau diajarkan secara langsung (offline) atau daring (online). Fleksibel, kan? Untuk info lebih lanjut, cuss klik link berikut!
Referensi:
Anwar, Rosihan. (2010). Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati Pejuang Kemanusiaan, 1909-1966. Jakarta: Penerbit Buku Kompa.s
Zulkifli, Arif dan Hidayat, Bagja. (2022). Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil. Jakarta: Penerbit Kompas Populer Gramedia.


