Biografi Chairil Anwar, Pelopor Puisi Modern Indonesia
Siapa dari kamu yang gak kenal dengan Chairil Anwar? Kalau kamu masih asing dengan beliau, yuk kenalan dengan beliau di artikel ini. Beliau sangan berkontribusi dalam kesusastraan Indonesia, lho~ Memang, apa sih kontribusinya? Yuk simak!
—
Kamu familiar gak dengan nama Chairil Anwar? Kalau belum, Chairil Anwar adalah seorang penyair dan sastrawan legendaris yang dikenal sebagai tokoh penting dalam perkembangan puisi modern di Indonesia.
Chairil Anwar hidup di era penjajahan dan berhasil menciptakan karya-karya yang penuh semangat perjuangan dan kebebasan. Gaya puisinya yang unik dan ekspresif membuatnya menjadi salah satu ikon terbesar dalam dunia sastra Indonesia. Lewat karya-karyanya seperti Aku dan Krawang-Bekasi, Chairil membuktikan bahwa kata-kata bisa mencerminkan kekuatan jiwa bangsa.
Chairil Anwar juga merupakan pelopor dari Angkatan ’45, kelompok seniman yang berkontribusi lewat karya mereka di masa revolusi. Meski usianya singkat, ia meninggalkan jejak besar dalam sejarah sastra Indonesia. Yuk, kita kenali lebih jauh sosok inspiratif ini dan karya-karyanya yang luar biasa ini!
Awal Kehidupan Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 26 Juli 1922. Chairil tumbuh di keluarga terpandang, di mana ayahnya adalah pejabat pemerintah, dan ibunya dikenal sebagai sosok cerdas yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya.
Saat kecil, ia sudah mendapatkan dukungan besar dari keluarganya, yang ternyata punya pengaruh besar buat pola pikir dan kreativitasnya. Di usianya yang ke-15, Chairil sudah membaca novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Sejak itu dia menyadari, bahwa sastra bisa berfungsi sebagai alat perlawanan. Sejak itulah, Chairil “menasbihkan” dirinya bahwa ia akan menjadi seorang penulis.
FYI aja, pendidikan Chairil berhenti saat ia berusia 18 tahun, saat ia berada di jenjang MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Tapi jangan salah, kemampuan bahasa asingnya Chairil gak kaleng-kaleng. Gak heran kalau di masa yang akan datang ia sering menerjemahkan puisi-puisi dari para penyair asing.
Tahun 1941, Chairil pindah ke Batavia (sekarang Jakarta). Dari situ Chairil mulai gabung di circle sastrawan. Ia mulai sering nongkrong di Balai Pustaka dan kenalan dengan H.B. Jassin, seorang editor dan kritikus sastra. Chairil juga mulai rajin baca karya penulis terkenal seperti Rainer Maria Rilke, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Dari situ, dia mulai belajar menulis puisi dengan gaya uniknya sendiri.
Puisi pertamanya terbit tahun 1942 berjudul “Nisan“. Puisi ini ia dedikasikan untuk neneknya tercinta yang telah wafat. Chairil memang punya kedekatan khusus dengan sang nenek karena sempat tinggal bersama beberapa tahun.
Pameran 100 Tahun Chairil Anwar, Salihara (Dok. Pribadi Laras Sekar Seruni )
Semangat bebas dan pemberontakan Chairil terlihat dari keputusannya meninggalkan jalur biasa dan memilih fokus di sastra. Ngga heran, dia dijuluki “binatang jalang”.
Puisi Aku karya Chairil Anwar juga sangatlah terkenal. Masa muda Chairil memang penuh perjuangan, tapi itu yang bikin dia jadi legenda sastra yang terus menginspirasi banyak orang.
Baca Juga: Kumpulan Contoh Puisi Pendek Bermacam Tema dan Makna
Bakat Menulis Chairil Anwar
Banyak dari karya Chairil yang lahir di tengah situasi perjuangan kemerdekaan Indonesia, tetapi ia selalu berhasil menyampaikan emosi manusiawi yang mendalam dalam setiap barisnya. Melalui puisinya, seperti Aku dan Derai-Derai Cemara, Chairil memadukan semangat perjuangan dengan perasaan universal, seperti cinta, kehilangan, dan harapan. Hal ini membuat karyanya terasa relevan bahkan hingga saat ini.
Gaya yang bebas dan penuh ekspresi, Chairil berhasil memengaruhi banyak penulis dan penyair setelahnya. Gaya modern dan pembaharuannya dalam sastra menjadikannya salah satu tokoh utama dalam perkembangan puisi Indonesia. Chairil Anwar tidak hanya meninggalkan jejak di dunia sastra, tetapi juga sebuah warisan yang terus hidup melalui karya-karyanya.
Era Kepenyairan Chairil Anwar
Era kepenyairan Chairil Anwar dimulai pada tahun 1942, saat ia mulai dikenal di dunia sastra Indonesia. Sebagai bagian dari Angkatan ’45, Chairil membawa angin segar dengan gaya puisi yang modern dan bebas, jauh dari puisi-puisi tradisional yang ada sebelumnya.
Pada tahun 1943, Chairil sempat menyampaikan pidato kebudayaan yang dikenal sebagai “Pidato Kebudayaan Chairil Anwar 1943” di depan Angkatan Baru Pusat Kebudayaan.
Karya-karyanya mencerminkan semangat perjuangan kemerdekaan dan gejolak sosial-politik yang sedang terjadi di Indonesia pada masa itu, serta menonjolkan suara individu yang kuat. Apalagi saat itu memang masa-masanya perjuangan rakyat Indonesia dalam berjuang untuk meraih kemerdekaan.
Kiprah Chairil Anwar dalam dunia sastra khususnya puisi benar-benar memecah kebuntuan dalam dunia sastra dengan puisi yang penuh keberanian dan kebebasan.
Ia tidak hanya menulis untuk menyuarakan isi hati, tapi juga untuk menantang pandangan konvensional tentang seni dan kehidupan. Gaya yang lugas dan berani, Chairil berhasil menyuarakan kritik sosial sekaligus membangkitkan semangat perjuangan di kalangan masyarakat Indonesia.
Puisi-Puisi Chairil Anwar
Chairil anwar sudah menulis banyak sekali puisi yang fenomenal dan menjadi inspirasi dari penulis yang lainnya di Indonesia. Berikut adalah beberapa puisi Chairil Anwar:
1. Aku
Puisi “Aku” adalah salah satu karya Chairil yang paling terkenal.
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang’ kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Makna Puisi “Aku” karya Chairil Anwar membahas tentang kebebasan, keberanian, dan individualisme. Dalam puisi ini, Chairil menegaskan dirinya sebagai “binatang jalang” yang tak terikat oleh aturan atau norma yang mengungkung. Ia menggambarkan semangat untuk hidup bebas, meskipun harus menghadapi tantangan, penolakan, atau kesendirian.
Puisi ini juga merefleksikan jiwa pemberontak Chairil yang ingin menentukan jalannya sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Melalui kata-katanya yang lugas dan emosional, puisi ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, sekaligus seruan untuk menjalani hidup dengan penuh keberanian dan keyakinan.
2. Krawang-Bekasi
Puisi ini menggambarkan pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, dengan nuansa tragis yang mengingatkan akan penderitaan para pejuang.
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
3. Derai-Derai Cemara
Puisi ini menggambarkan perenungan Chairil tentang hidup dan kematian, dengan suasana melankolis yang mendalam.
Derai-Derai Cemara
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan ditingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
4. Yang Terhempas dan yang Putus
Puisi ini mengungkapkan pemikiran Chairil tentang kekuatan alam semesta dan bagaimana ia melihat dunia ini dengan perspektif yang berbeda.
Yang Terhempas dan yang Putus
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu,
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d.) sampai juga deru
angin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau
datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang.
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa
berlalu beku
5. Sia-Sia
Puisi ini mencerminkan rasa putus asa dan kecemasan Chairil, yang merasa bahwa hidup ini sia-sia dan penuh dengan kebingungannya.
Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa ku kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
6. Doa
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar adalah salah satu karya yang cukup terkenal dari penyair ini. Puisi ini mencerminkan keputusasaan dan harapan, serta pergulatan antara kehidupan dan kematian. Berikut adalah teks lengkap dari puisi “Doa”:
Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Puisi ini mengungkapkan kerinduan Chairil untuk terus hidup, meskipun ia merasa bahwa hidupnya mungkin tak akan berarti bagi orang lain. “Doa” mencerminkan kegelisahan eksistensial dan perjuangan Chairil dengan makna hidup dan kematian, tema yang sering muncul dalam karya-karyanya.
7. Diponegoro
Puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar adalah salah satu karya penting yang menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam Perang Jawa (1825-1830). Puisi ini menggambarkan semangat perlawanan dan perjuangan dalam konteks kebangsaan dan kemerdekaan. Berikut adalah puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar:
Diponegoro
Di masa pembangunan ini…
Tuan hidup Kembali
Dan bara kagum menjadi api..
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali….
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati…
MAJU…
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu….
Sekali berarti
Sudah itu mati….
MAJU…
Bagimu Negeri
Menyediakan api….
Punah di atas menghamba…
Binasa di atas ditindas…
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai…
Jika hidup harus merasai…
Maju…
Serbu…
Serang…
Terjang…
Puisi ini mencerminkan semangat perjuangan Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda, serta memperlihatkan kecemasan Chairil terhadap hilangnya nilai-nilai perjuangan dan perlawanan yang telah ada. Karya ini memperlihatkan pandangan Chairil yang puitis, penuh dengan refleksi sejarah dan kebangsaan.
Baca Juga: Perang Diponegoro: Latar Belakang, Jalannya Perang, Akhir Perang, dan Dampaknya | Sejarah Kelas 11
8. Nisan
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.
Puisi Dengan Mirat, Chairil Anwar dalam Pameran 100 Tahun Chairil Anwar, Salihara (Dok. Pribadi Laras Sekar Seruni )
Chairil dikenal karena puisinya yang singkat, padat, namun penuh makna, membuatnya tetap relevan hingga kini. Karya dari Chairil Anwar banyak disebarkan oleh seorang pemikir, penulis, dan sastrawan yang bernama H.B. Jassin. Sebenarnya apa hubungan HB Jassin dengan Chairil Anwar?
Hubungan H.B. Jassin dengan Chairil Anwar
Hubungan H.B. Jassin dengan Chairil Anwar sangat erat, terutama dalam konteks sastra Indonesia. H.B. Jassin adalah seorang kritikus sastra yang sering disebut sebagai “Paus Sastra Indonesia,” dan ia memainkan peran penting dalam mendokumentasikan serta memperkenalkan karya-karya Chairil Anwar kepada publik. Berikut adalah beberapa poin penting yang menggambarkan hubungan mereka:
H.B. Jassin adalah salah satu orang pertama yang menyadari bakat besar Chairil Anwar. Ia mempublikasikan dan mengkritisi karya-karya Chairil, sehingga membuat nama Chairil semakin dikenal di kalangan sastra Indonesia.
Setelah Chairil meninggal, H.B. Jassin terus mengangkat warisan sastra Chairil dengan menulis esai dan kajian tentang pengaruhnya dalam Angkatan ’45. Ia juga menjadi salah satu tokoh yang memastikan karya Chairil tetap hidup dan diapresiasi oleh generasi berikutnya.
Hubungan mereka tidak hanya profesional, tetapi juga personal, di mana Jassin sangat mengagumi Chairil sebagai penyair yang memiliki keberanian untuk melampaui batas-batas konvensi sastra pada masanya.
Hubungan Sutan Sjahrir dengan Chairil Anwar
Guys, tahukah kalian kalau Chairil Anwar ternyata keponakan dari Sutan Sjahrir? Kedekatan mereka bukan hanya hubungan keluarga, tapi juga membuka jalan bagi Chairil untuk mendalami sastra dunia. Saat tinggal di rumah Sjahrir, Chairil kerap menghabiskan waktu di perpustakaan pribadinya, mengeksplorasi karya sastrawan Eropa dan Belanda seperti Archibald MacLeish dan Edgar du Perron.
Sjahrir juga meyakini bahwa sastrawan harus dekat dengan rakyat, dan prinsip ini memengaruhi Chairil. Ia pun aktif bergaul baik dengan kalangan intelektual maupun rakyat biasa, mengambil inspirasi untuk puisinya.
Nah, tinggal di rumah Sjahrir jadi berkah besar buat Chairil, terutama setelah pindah ke Batavia tahun 1941. Sjahrir, sebagai tokoh politik, punya jaringan kuat di kalangan aktivis dan seniman, sekaligus wawasan luas di bidang filsafat dan politik.
Hal ini membuka pintu bagi Chairil untuk terlibat dalam gerakan pemuda kemerdekaan di Menteng 31 dan Cikini 71. Bahkan, modal sosial dan intelektual Sjahrir turut membentuk pandangan Chairil tentang kebangsaan dan politik.
Uniknya, Sjahrir juga punya radio gelap yang dibeli Chairil dari seorang perempuan Indo-Belanda seharga 125 gulden. Radio merek Philips ini dipakai Sjahrir untuk memantau siaran BBC dan VOA, meski Jepang melarang keras akses ke siaran luar negeri.
Radio itu disembunyikan di lemari kamar tidurnya agar tidak ketahuan Kempetai. Lucunya, dana pembelian radio ini berasal dari bisnis barang bekas yang dijalankan Chairil dan Des Alwi (anak angkat Sjahrir) dengan modal awal dari Sjahrir sendiri. Keren banget, kan, kolaborasi mereka?
Baca Juga: 17 Contoh Puisi Baru berdasarkan Jenis-Jenisnya | Bahasa Indonesia Kelas 10
Rekomendasi Buku Tentang Chairil Anwar
Untuk lebih memahami kehidupan dan karya Chairil Anwar, berikut adalah beberapa rekomendasi buku:Berikut adalah 5 rekomendasi buku tentang Chairil Anwar yang bisa memberikan wawasan lebih dalam mengenai kehidupan dan karyanya:
1. “Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan” oleh Arief Budiman
Buku ini adalah karya Arief Budiman yang dianggap sebagai salah satu referensi utama mengenai Chairil Anwar. Di dalamnya, Arief mengupas secara mendalam tentang biografi Chairil, perkembangan kepenyairannya, serta analisis terhadap puisi-puisinya. Buku ini juga mencatat peran Chairil dalam Angkatan ’45 serta pengaruhnya dalam sastra Indonesia.
2. Aku ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942–1949 oleh Chairil Anwar
Buku ini adalah koleksi lengkap dari puisi-puisi Chairil Anwar yang paling terkenal dan berpengaruh. Di dalamnya, pembaca dapat menemukan karya-karya penting seperti “Aku”, “Krawang-Bekasi”, dan “Derai-Derai Cemara”. Buku ini menjadi sarana yang sangat baik untuk memahami gaya kepenyairan Chairil dan perjuangannya melalui kata-kata.
3. Aku: Berdasarkan Perjalanan Hidup Dan Karya Penyair Chairil Anwar” Oleh Sjuman Djaya
Awalnya, buku ini merupakan skrip yang rencananya akan diangkat menjadi film tentang Chairil Anwar. Maka dari itu, secara garis besar, buku ini membahas biografi dan kehidupan Chairil Anwar. Buku ini cocok untuk mereka yang ingin memahami Chairil lebih dari sekadar penyair, tetapi juga sebagai simbol perubahan dalam sastra Indonesia.
4. Deru Campur Debu” Karya Chairil Anwar
Ini adalah buku kumpulan puisi Chairil Anwar yang memberikan gambaran lengkap tentang gaya dan tema puisi-puisi Chairil. Buku ini mengajak pembaca untuk menyelami pemikiran Chairil yang cerdas, puitis, dan penuh semangat.
5. Chairil Anwar: Pelopor Angkatan ’45” Oleh H.B Jassin
Buku ini merupakan telaah untuk karya Chairil Anwar dengan fokus pada tema-tema besar yang muncul dalam puisinya, seperti kemerdekaan, individualisme, dan eksistensialisme. H.B. Jassin menjelaskan bagaimana Chairil mengembangkan bahasa puisi yang mencerminkan pergulatan batin manusia. Buku ini cocok untuk pembaca yang ingin memahami Chairil dari perspektif sastra modern.
Kelima buku ini dapat membantu pembaca menggali lebih dalam tentang Chairil Anwar, baik dari segi biografi, pemikiran, maupun karya-karya puisinya. Buku-buku ini memberikan kumpulan karya Chairil yang menggambarkan kekuatan dan keberaniannya dalam menulis, serta pengaruh besar yang ditinggalkan dalam dunia sastra Indonesia.
Pameran 100 Tahun Chairil Anwar, Salihara (Dok. Pribadi Laras Sekar Seruni )
Akhir Hayat Chairil Anwar
Chairil Anwar wafat pada usia muda, yaitu 27 tahun, pada 28 April 1949. Sebenarnya, ada beberapa versi penyebab kepergian Chairil. Tapi yang pasti, Chairil memang diketahui mengicadap TBC. Beliau pun dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Dengan usianya yang singkat, Chairil telah menciptakan perubahan besar dalam dunia puisi Indonesia, guys. Ia dikenal sebagai pelopor gaya puisi modern yang penuh semangat dan emosi mendalam. Warisan sastranya membuktikan bahwa usia bukanlah batas untuk memberi dampak besar dalam kehidupan.
Baca Juga: Pengertian Puisi, Ciri, Jenis, Struktur & Unsur Pembentuknya | Bahasa Indonesia Kelas 8
—
Nah, guys, itu dia kisah hidup Chairil Anwar, seorang penyair legendaris yang karyanya masih dikenang hingga kini. Meski hidupnya singkat, semangat dan kontribusinya terhadap sastra Indonesia menjadi inspirasi bagi banyak orang. Jadi, bagaimana? Apakah kalian juga tertarik untuk menjadi penyair hebat seperti Chairil Anwar?
Yuk pelajari tentang puisi di ruangbelajar dari Ruangguru!
Referensi:
Chairil Anwar (1922—1949) (daring). Tautan: https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Chairil_Anwar diakses pada 22 November 2024
Chairil Anwar (Daring). Tautan: https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Chairil_Anwar Diakses tanggal 22 November 2024
Artikel ini disunting oleh Laras Sekar Seruni.