Mental Contrasting: Lebih dari Sekadar Berpikir Positif

Mental Contrasting

Artikel ini membahas cara mendapatkan keinginan dengan mental contrasting. 

 

Pernah gak sih kamu ngebayangin hal-hal yang kamu inginkan dan kamu bahagia padahal cuma sekadar khayalan? Misal nih, kamu bisa masuk di Universitas Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi dengan beasiswa, ketemu banyak teman dengan passion yang sama, bisa menjelajah tempat-tempat keren yang ada di kota Jakarta, dan lain-lain. Anehnya, dengan ngebayangin aja udah buat kamu semangat.

Berpikir positif dari apa yang kita harapkan tentu akan membuat kita merasa bahagia. Tapi gak sedikit kita temui orang yang selalu berpikir positif, merasa termotivasi, tapi sama sekali gak memikirkan hal negatifnya. Mengedepankan pikiran positif dan gak mau berpikiran negatif justru ada dampak buruknya juga loh, seperti menurunkan daya juang, malas-malasan,  dan gak banyak usaha yang dilakukan. 

Positive Thinking

 

Ternyata, hanya melihat sesuatu dari sisi positifnya justru bisa membuat kamu gak mendapatkan apa yang kamu harapkan. Maka dari itu, kita butuh, nih, sesuatu yang lebih dari sekadar berpikir positif. Ada yang tahu apa? Yap, jawabannya yaitu Mental Contrasting. Ada yang pernah dengar istilah itu? 

Mental Contrasting ini merupakan hasil riset dari Gabriele Oettingen, seorang Profesor Psikologi di New York University and The University of Hamburg, selama 20 tahun. Singkatnya, kita harus punya sikap (mental) untuk memperlawankan sisi positif kita dengan sisi negatifnya.

Loh, kok gitu? Udah bagus mikir positif. Kok malah disuruh mikir hal-hal negatif? Begini. Tujuan dari mental contrasting adalah menyiapkan pikiran bawah sadar kita tentang kemungkinan adanya rintangan di  masa depan. Ya, oke-oke aja kita mikirin berharap segala hal baik terjadi pada kita. Tapi, kalau gak ada persiapan apapun bahaya juga kan?

Sama halnya kayak alam ini yang diciptakan seimbang, selalu ada positif dan negatif, atas dan bawah, besar dan kecil, laki-laki dan perempuan dan seterusnya. Begitu juga seharusnya cara kerja pikiran. Lucunya, banyak dari kita yang selalu mencari kesenangan dan menjauhi kesengsaraan. 

Baca juga: Manfaat Journaling: Benarkah Baik bagi Kesehatan Mental?

Cara kerja pikiran dalam mental contrasting gak hanya memikirkan kesenangan dan menghindari kesengsaraan jangka pendek, tapi kita harus fokus mencari kesenangan dan menghindari kesengsaraan untuk jangka panjang. Contohnya banyak orang sukses merelakan waktu senggang di masa mudanya dan fokus mengejar cita-cita  untuk sukses di masa depannya.

Buat kamu yang masih susah melakukan mental contrasting, Oettingen punya cara ampuh yang bisa kita praktekkan melalui beberapa langkah. Namanya WOOP. Singkatan dari Wish, Outcome, Obstacle, dan Plan. 

W – Wish

Setiap orang pasti punya harapan, dan hampir setiap hari kita selalu mikirin harapan kita. Nah di langkah ini juga sama, kita harus memikirkan apa yang benar-benar kita harapkan. Eits, tapi gak sembarangan berharap ya, kita juga perlu memikirkannya secara SMART.

Metode SMART ini singkatan dari specific (spesifik), measurable (bisa diukur), achievable (bisa dicapai), realistic (relevan), dan terakhir time based (punya rentan waktu). Misalnya, dalam waktu dekat ini kamu akan UTBK untuk masuk ke perguruan tinggi favorit.  Kamu bisa, nih, menuliskan lulus UTBK dengan baik di daftar harapan kamu.

O – Outcome

Kamu pasti bisa membayangkan gimana bahagianya kalau bisa mewujudkan harapan kamu sesuai rencana. Nah, tahap ini masih masuk ke dalam berpikir positif, yaitu kamu percaya bahwa kamu bisa dan apa yang kamu harapkan akan benar-benar terwujud. 

Misalnya, ketika kamu lulus ujian, pasti akan merasa lega dan senang. Tapi dalam berpikir positif tetap gak boleh berlebihan ya, karena itu aja gak cukup. Masih ada kenyataan lain yang perlu kamu lalui di tahapan selanjutnya.

O –Obstacle

Ketika kamu punya harapan, pasti ada obstacle atau hambatan yang perlu kamu lalui. tapi gak usah takut ya, hambatan itu wajar kok, dan setiap orang punya hambatannya masing-masing. Kamu bisa mulai melihat hambatan dari dua faktor, yaitu internal dan eksternal.

Misalnya, ketika kamu ingin lulus UTBK dan masuk di universitas favorit, faktor internal yang sering menghambat kamu yaitu sering demotivasi yang akhirnya membuat kamu malas belajar. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu banyak teman kamu yang lebih sering ngajak nongkrong daripada belajar bareng.

P – Plan

Ngomongin cara mengatasi obstacle, tentu kita perlu perencanaan, dong. Maka dari itu, tahap ini penting nih untuk kamu merancang strategi yang harus kamu lakukan.  Pasti kita udah gak asing lagi ya sama istilah “jika-maka”? 

Nah di langkah ini kita dituntut untuk memikirkan jika kita tahu hambatan (x), maka kita akan melakukan (y). Misalnya, Jika kamu malas belajar, maka kamu harus mencari metode balajar yang baru seperti audio atau visual.

Teknik WOOP

 

Jika kamu menerapkan mental contrasting dalam kehidupan, ini akan membantu kamu untuk lebih banyak mendapatkan hal-hal yang kamu inginkan. Bukan hanya sekedar keinginan, tapi juga melihat peluang dan hambatan. Sehingga, apa yang ada di khayalan kamu bisa jadi sesuatu yang realistis dan bisa kamu capai.

Berpikir positif itu baik, tapi kamu juga harus tetap sadar dengan kenyataan serta mewujudkannya dengan aksi nyata. Jangan cuma berani membuat harapan, tapi juga berani mewujudkannya.

Sekarang sudah tahu kan ya, bagaimana cara kita mengendalikan pikiran untuk dapatkan apa yang kita harapkan lebih dari sekedar berpikir positif, yaitu melalui mental contrasting. Jika kamu lebih suka belajar dengan video, ruangbelajar cocok banget nih untuk kamu belajar hal baru yang lebih menyenangkan. Semoga kita bisa mempraktekkan mental contrasting ini di kehidupan kita ya, agar apa yang kita impian gak cuma sekedar khayalan, tapi impian yang jadi kenyataan.

IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

Referensi

Celestine, Nicole. What is Mental Contrasting and How to Benefit From It?. [Daring]  Tautan: https://positivepsychology.com/mental-contrasting/ Diakses pada 19 Maret 2021.

Ida Ruspita