21 Contoh Cerita Legenda Menarik dari Berbagai Daerah di Indonesia | Bahasa Indonesia Kelas 7

Header - Bahasa Indonesia Kelas 7 - Contoh Legenda

Artikel Bahasa Indonesia kelas 7 ini akan menjelaskan tentang pengertian, ciri, dan contoh legenda menarik dari berbagai daerah Indonesia. Yuk, disimak!

 

Kamu pernah mendengar cerita Lutung Kasarung, Malin Kundang, atau Roro Jonggrang? Pasti pernah, dong! Nah, cerita-cerita tersebut termasuk ke dalam cerita legenda asli Indonesia, lho. Hayo, apakah kamu masih ingat dengan apa itu legenda?

 

Pengertian Legenda

Legenda berasal dari bahasa Latin, yaitu “Legere” yang artinya cerita rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.

Hmm, kira-kira, kisah yang ada pada legenda itu nyata atau nggak, ya? Legenda biasanya menceritakan tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang berisi campuran antara fakta historis (sejarah) dengan mitos. Hal inilah yang membuat cerita legenda sering dianggap “sejarah” kolektif.

Namun, karena legenda adalah sebuah cerita rakyat yang memiliki unsur sejarah dan menampilkan perbuatan-perbuatan manusia zaman dahulu, maka legenda ini diyakini atau dipercayai oleh si pencerita dan pendengarnya sebagai suatu kisah nyata yang pernah terjadi.

Nah, kalau disimpulkan, legenda merupakan cerita rakyat yang ada di kehidupan masyarakat dan berhubungan tentang suatu peristiwa. Peristiwa dalam cerita rakyat tersebut bisa melahirkan asal usul suatu tempat, nama daerah, atau hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sekitar.

 

Ciri-Ciri Legenda

Legenda memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan cerita lainnya, loh. Nah, berikut ini beberapa ciri-ciri legenda:

  1. Tokoh dalam cerita memiliki kesaktian,
  2. Terdapat unsur keajaiban dalam cerita,
  3. Dihubungkan dengan hal-hal gaib,
  4. Terdapat unsur sejarah dan ceritanya dianggap benar,
  5. Memiliki amanat.

 

Seperti yang disebut pada ciri-ciri di atas, tokoh dalam legenda itu memiliki kesaktian dan berhubungan dengan hal-hal gaib, lho. Misalnya, mengutuk tokoh menjadi batu, memanggil para jin untuk membantu si tokoh, kebal dari senjata, adanya raksasa, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Perbedaan Cerita Fabel & Legenda: Pengertian, Ciri-Ciri, Contoh

 

Contoh Cerita Legenda dari Berbagai Daerah di Indonesia

Oke, setalah kita mengingat kembali mengenai pengertian legenda dan ciri-cirinya, sekarang simak yuk beberapa contoh cerita legenda dari berbagai daerah di Indonesia yang bisa kamu pelajari. Berikut 15 contoh cerita menariknya!

 

1. Contoh Legenda Lutung Kasarung yang Berasal dari Jawa Barat

Legenda Lutung Kasarung dan Purbasari

Lutung Kasarung

 

Cerita lutung kasarung bisa ditemui di daerah Pasundan. Di daerah tersebut, tinggal seorang raja yang sangat bijaksana bernama Prabu Tapa Agung. Raja ini mempunyai dua orang anak yang bernama Purbasari dan Purbararang.

Di akhir hidup sang ayah, ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa ia ingin turun tahta. Ia meminta Purbasari agar menggantikan kedudukannya sebagai seorang pemimpin di kerajaannya. Kakaknya merasa tidak terima mendengar pesan tersebut karena ia merasa lebih pantas menggantikan ayahnya. Purbararang akhirnya ingin mencelakai adiknya dengan menemui seorang nenek sihir.

Akibat dari nenek sihir itu, kulit adiknya kini penuh dengan totol-totol berwarna hitam. Keadaan tersebut ia pakai untuk mengasingkan Purbasari ke dalam hutan. Di sana, Purbasari mempunyai teman, yaitu hewan-hewan, sehingga ia tidak merasa kesepian.

Salah satu hewan yang menemaninya adalah seekor kera. Kera itu selalu membawakan buah serta bunga untuk menghiburnya. Pada suatu malam, sang kera bersemedi. Kemudian, secara tiba-tiba, muncul air yang membentuk sebuah telaga. Air itu sangat jernih dan wangi.

Lalu, Purbasari diminta mandi di telaga tersebut oleh sang kera. Tubuhnya seketika berubah menjadi seorang putri yang cantik seperti semula.

Pada suatu ketika, Purbararang menjenguk Purbasari. Melihat adiknya sudah kembali cantik, membuatnya terkejut. Ia kemudian meminta untuk adu panjang rambut kepada sang adik. Hasilnya, rambut Purbasari ternyata lebih panjang. Purbararang juga meminta Purbasari agar mau adu tampan pasangan dengan tunangannya. Purbasari kala itu menggandeng seekor kera yang sudah menemaninya hidup di hutan selama ini.

Keajaiban terjadi pada kera yang tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tampan. Bahkan, ia lebih tampan dibandingkan dengan tunangan Purbararang. Hal ini membuat adu tampan tunangan dimenangkan oleh Purbasari.

Kemudian, Purbararang meminta maaf kepada Purbasari dan mengakui kesalahannya. Setelah itu, Purbasari akhirnya menjadi seorang pemimpin kerajaan, warisan dari ayahnya yang bijaksana bersama lutung tersebut. Kakaknya juga sudah dimaafkan oleh Purbasari. Ia tidak berniat untuk memberikan hukuman kepada kakaknya tersebut.

Bahkan, kata balas dendam pada sang kakak tidak terbesit sedikit pun. Purbasari akhirnya sudah hidup dengan bahagia bersama dengan sang kekasih hatinya.

 

2. Contoh Legenda Danau Toba yang Berasal dari Sumatera Utara

Legenda Danau Toba

Pada zaman dahulu, ada seorang petani bernama Toba. Dia tinggal menyendiri di sebuah lembah yang landai dan subur. Toba bekerja di sawah dan ladang untuk keperluan hidupnya. Selain mengerjakan ladangnya, Toba juga suka pergi memancing ikan ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya.

Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya. Karena di sungai yang jernih itu, memang banyak sekali ikan. lkan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan.

Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang, Toba langsung pergi ke sungai untuk memancing. Tidak lama, tiba-tiba pancingnya disambar ikan, dan langsung menarik pancing itu jauh ke tengah sungai. Hati Toba menjadi gembira karena tahu bahwa ikan yang menyambar pancingnya, pasti ikan yang besar.

Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ikan itu ke sana kemari, barulah pancing itu ditariknya perlahan-lahan. Ketika pancing itu disentakkannya, tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepar.

Dengan cepat, ikan itu ditariknya ke darat supaya tidak lepas. Sambil tersenyum gembira, mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu. Toba tersenyum sambil membayangkan, betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau dipanggang. Dia pun langsung meninggalkan sungai dan pulang ke rumah karena hari juga sudah mulai senja.

Setibanya di rumah, Toba langsung membawa ikan besar hasil pancingannya ke dapur. Ketika dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar dari bawah kolong rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar, dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur.

Pada saat Toba tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak ada lagi. Tetapi di tempat ikan itu diletakkan, tampak terhampar beberapa keping uang emas. Toba segera membawa keping uang emas ke dalam kamar.

Ketika Toba membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap. Di dalam kamar itu, berdiri seorang perempuan cantik dengan rambut panjang terurai. Toba menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang berdiri di hadapannya luar biasa cantiknya.

Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah Toba menyalakan lampu, perempuan itu bercerita bahwa dia adalah penjelmaan ikan besar yang tadi didapat Toba ketika memancing di sungai. Kemudian, dijelaskannya pula bahwa beberapa keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan sisiknya.

Setelah beberapa minggu perempuan cantik itu tinggal serumah bersamanya, Toba pun melamar perempuan tersebut untuk jadi istrinya. Perempuan itu bersedia menerima lamarannya dengan syarat, Toba harus bersumpah seumur hidup agar dia tidak pernah mengungkit asal usul istrinya yang merupakan jelmaan seekor ikan. Toba pun kemudian bersumpah.

Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Samosir sangat dimanjakan ibunya, sehingga mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.

Setelah cukup besar, Samosir disuruh ibunya mengantar nasi untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Namun, sering dia tolak, sehingga terpaksalah ibunya yang mengantarkan nasi ke ladang.

Suatu hari, Samosir disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya dia menolak, tapi karena terus dipaksa ibunya, dengan kesal pergilah dia mengantarkan nasi itu.

Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk-pauknya dia makan. Setibanya di ladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit, dia berikan kepada ayahnya. Toba sudah merasa sangat lapar karena nasinya terlambat sekali diantarkan.

Toba sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya bersisa sedikit. Amarahnya semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar nasi itu.

Kesabaran Toba hilang, dia memukuli anaknya sambil mengatakan, “Anak yang tak bisa diajar. Tidak tahu diuntung. Dasar keturunan perempuan ikan!”

Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Dia mengadu kalau dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan ayahnya, dia ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali. Terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.

Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka, dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu. Tanpa bertanya lagi, Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-Iari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya.

Saat si ibu melihat Samosir sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit, dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari rumah mereka. Ketika dia tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar.

Sesaat kemudian, si ibu melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap ke mana-mana dan tergenangiah lembah tempat sungai itu mengalir.

Toba tidak bisa menyelamatkan dirinya. Dia tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar. Danau itulah yang kemudian hari dinamakan orang sebagai Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

Baca Juga: Kumpulan Contoh Cerita Fabel Singkat Beserta Pesan Moralnya

 

3. Contoh Legenda Malin Kundang yang Berasal dari Padang, Sumatera Barat

Legenda Malin Kundang

Malin Kundang

 

Dahulu kala, di Padang Sumatera Barat, tepatnya di Perkampungan Pantai Air Manis, ada seorang janda bernama Mande Rubayah. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Malin Kundang. Malin sangat disayang oleh ibunya. Karena sejak kecil, Malin Kundang sudah ditinggal pergi oleh ayahnya.

Malin dan ibunya tinggal di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua. Dia hanya bekerja sebagai penjual kue. Ketika sudah dewasa, Malin berpamit kepada ibunya untuk pergi merantau. Pada saat itu, memang ada kapal besar yang merapat di Pantai Air Manis. Meski dengan berat hati, akhirnya Mande Rubayah mengizinkan anaknya pergi.

Hari-hari berlalu terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore, Mande Rubayah memandang ke laut. Jika ada ombak dan badai besar menghempas ke pantai, dadanya berdebar-debar. la menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa agar anaknya selamat dalam pelayaran.

Jika ada kapal yang datang merapat, ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. Tetapi, semua awak kapal atau nakhoda tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Malin tak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.

Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun tahun. Tubuhnya semakin tua dimakan usia. Jika berjalan, ia sudah mulai terbungkuk-bungkuk.

“Ibu sudah tua Malin, kapan kamu pulang…”, rintih Mande Rubayah setiap malam.

Hingga berbulan-bulan, Malin belum juga datang menjenguknya. Namun, ia yakin bahwa pada suatu saat, Malin pasti akan kembali.

Harapannya terkabul. Pada suatu hari, dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat-tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda-mudi berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka nampak bahagia karena disambut dengan meriah.

Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya, si Malin Kundang. Belum lagi tetua desa sempat menyambut, ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la langsung memeluk Malin erat-erat. Seolah takut kehilangan anaknya lagi.

“Malin, anakku! Mengapa begitu lamanya engkau tidak memberi kabar?”, katanya menahan isak tangis karena gembira.

Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggendongnya ke mana saja.

Sebelum dia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”

Mendengar kata-kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perlakuan anaknya. Ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak!”

Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, Perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”

Wanita tua itu terkapar di pasir. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Di laut, dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditadahkannya ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, ya Tuhan…!”

Tidak lama kemudian, cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Badai itu pun disusul sambaran petir yang menggelegar.

Seketika, kapal itu hancur berkeping-keping. Kemudian, terhempas ombak hingga ke pantai. Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit, terlihat kepingan kapai yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang.

Tak jauh dari tempat itu, nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon, itulah tubuh Malin kundang, si anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Di seIa-sela batu itu, berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tenggiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.

Unsur Intrinsik Cerita Legenda

 

4. Contoh Legenda Rawa Pening yang Berasal dari Jawa Tengah

Legenda Rawa Pening

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita bernama Endang yang tinggal di Desa Ngasem. Endang sedang menandung. Ia mendambakan akan melahirkan seorang anak dengan rupa yang menawan.

Namun, setelah waktu kelahiran anaknya tiba, ternyata yang ia lahirkan bukanlah seorang bayi, melainkan seekor naga. Naga itu ia diberi nama Baru Klinting. Meskipun wujudnya naga, ia bisa berbicara layaknya manusia biasa.

Ketika sang anak beranjak dewasa, ia bertanya tentang keberadaan ayahnya. Endang pun menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Kemudian, Endang memberi anaknya sebuah klinting.  Klinting itu bisa dijadikan bukti, saat si anak ingin menemui ayahnya.

Baru Klinting lalu pergi menemui ayahnya yang sedang melakukan pertapaan. Kemudian, ia menunjukkan klinting pemberian dari ibunya.

Namun, sang ayah masih belum yakin dan menginginkan ia melakukan sesuatu, yaitu dengan memintanya melingkari sebuah gunung. Baru Klinting pun akhirnya menunjukkan bahwa ia mampu melakukannya. Mengetahui hal tersebut, sang ayah percaya dan mengakuinya sebagai anak. Sang ayah meminta Baru Klinting untuk bertapa.

Suatu waktu, para warga sedang mencari-cari hewan yang bisa dijadikan santapan untuk pesta. Tetapi, mereka tidak juga menemukannya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menangkap Baru Klinting yang sedang bertapa. Baru Klinting pun ditangkap, dan dijadikan makanan santapan untuk pesta.

Arwah Baru Klinting berubah menjadi seorang anak kecil yang nampak begitu kumal. Ia datang menuju ke pesta tersebut ingin meminta makanan, tapi ia malah diusir. Kemudian, ia bertemu dengan seorang nenek yang sangat baik hati dan mau memberinya makanan.

Ia pun memberi pesan kepada nenek, supaya ketika nenek mendengar suara gemuruh, segera menyiapkan sebuah lesung. Sesudah itu, Baru Klinting kembali lagi ke tempat pesta, dan yang terjadi adalah ia diusir lagi.

Baru Klinting kemudian menantang para warga untuk mencabut pedang yang sudah ia tancapkan sebelumnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mencabut pedang tersebut, sampai akhirnya Baru Klinting mencabut pedang tersebut sendiri.

Seketika munculah air yang akhirnya menggenangi desa tersebut. Seluruh warga desa ikut tenggelam, kecuali seorang nenek yang sudah baik hati menolongnya. Air yang menggenangi desa tersebut, kemudian membentuk rawa yang konon merupakan asal mula terbentuknya rawa pening.

 

5. Contoh Legenda Gunung Merapi yang Berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta

Legenda Gunung Merapi

Disebutkan dalam Babad Tanah Jawa, Panembahan Senapati sedang bertapa di Nglipura, dekat Bantul. Setelah selesai bertapa, kemudian Ki Juru Mertani bertanya kepadanya, “Apakah yang kau dapatkan di dalam tapamu?”.

Panembahan Senapati menjawab, “Saya mendapatkan lintang johar di Nglipar”.

Segera Ki Juru Mertani bertanya kembali, “Apakah lintang johar Itu mampu menghilangkan marabahaya?”.

“Tidak, Paman”, ujar Panembahan Senapati.

“Kalau begitu, bertapalah lagi”, kata Ki Juru Mertani. Ki Juru Mertani melanjutkan perkataannya.

“Hanyutkanlah sebatang kayu di sungai. Naiklah kau di atas kayu yang hanyut itu. Setelah sampai di Laut Kidul, kau akan menjumpai Ratu Kidul”.

Panembahan Senapati menjalankan apa yang dikatakan Ki Juru Mertani. Di dalam Babad Tanah Jawa, disebutkan tentang pertemuan Panembahan Senopati dan Ratu Laut Kidul. Ratu Laut Kidul bersedia membantu Panembahan Senopati dengan bala tentara makhluk halus. Panembahan Senopati kemudian menemui Ki Juru Mertani.

“Nah, sekarang apa yang kau dapatkan dari tapamu?”.

“Benar kata paman, saya dapat bertemu dengan Ratu Kidul”.

“Lantas, apa yang kau dapatkan?”, tanya Ki Juru Mertani.

“Saya diberi minyak Jayeng Katong dan Telur Degan”, jawab Panembahan Senapati.

“Telur yang kau dapatkan itu berikanlah pada Juru Taman”, kata Ki Juru Mertani.

Singkat cerita, setelah Ki Juru Taman memakan telur itu. Terjadi keanehan dalam diri Ki Juru Taman. Tubuhnya berubah wujud menjadi raksasa yang besar dan mengerikan. Selanjutnya, raksasa itu ditugaskan menjaga Gunung Merapi.

Adapun tempat penjagaannya adalah Plawangan. Maka, apabila terjadi bencana yang diakibatkan oleh Gunung Merapi, raksasa itulah yang menjaga dan menahan agar bencana tidak menjalar ke arah selatan, khususnya Keraton Yogyakarta. Itulah sebabnya, lahar yang disemburkan Gunung Merapi tidak pernah mengalir ke selatan.

Dengan demikian, daerah sebelah selatan senantiasa terhindar dari bencana, sedangkan minyak Jayeng Katong diperintahkan agar dibuang. Namun sebelumnya, dibuka dahulu dan diusapkan pada dua anak laki-Iaki dan perempuan yang ada di sana.

Setelah terkena Jayeng Katong, raga keduanya tidak kelihatan. Si anak laki-laki yang tidak nampak itu dijuluki Kyai Panggung, sedangkan si anak perempuan menjadi Nyai Koso. Sampai sekarang, mereka dipercayai masih setia menjaga Beringin Putih di utara Masjid yang ada di sebelah selatan jalan.

Kita break sebentar yuk! Gimana, seru nggak baca-baca contoh legenda di atas? Nah, materi cerita legenda ini, tentunya bakal lebih asik dipelajari lewat video animasi dari Ruangguru, loh! Soalnya, sudah ada fitur ADAPTO yang bisa menyesuaikan kemampuan belajar kamu. Coba cek sekarang, yuk! 

IDN CTA Blog Adapto Ruangguru 2022

 

6. Contoh Legenda Negeri Lempur yang Berasal dari Jambi

Legenda Negeri Lempur

Dahulu, di sebuah hutan belantara, berdiri Kerajaan Pamuncak Tiga Kaum. Kerajaan itu diperintah oleh tiga bersaudara, yaitu Pamuncak Rencong Talang, Pamuncak Tanjung seri, dan Pamuncak Koto Tapus.

Pada suatu ketika, hasil panen rakyat di wilayah kekuasaan Pamuncak Rencong Talang sungguh melimpah. Pamuncak Rencong Talang bermaksud mengadakan pesta panen dengan mengundang kerabat dan keluarganya. Namun, Pamuncak Tanjung Seri tidak bisa hadir. Oleh karena itu, ia mengutus istri dan kedua anaknya.

Singkat cerita, istri dan kedua anak Pamuncak Tanjung Seri telah sampai di negeri Pamuncak Rencong Talang. Hari kenduri dan pesta panen pun tiba. Pesta ini akan diadakan selama tiga hari tiga malam dan berlangsung sangat meriah. Bahkan, orang-orang yang hadir dalam pesta tidak menyadari bahwa ayam jantan telah berkokok berkaIi-kali.

Di hari ketiga, datanglah anak gadis dari Pamuncak Tanjung Seri yang menjadi incaran para pemuda. Karena hari telah benar-benar larut, akhirnya si ibu mengajak anak-anaknya pulang. Namun, gadis itu tidak mengacuhkan panggilan ibunya.

Ada seorang pemuda di dekat si ibu yang bertanya kepada gadis itu, “Siapa perempuan tua yang memanggilmu itu?”. Mendengar pertanyaan itu, si gadis menjawab, “Oo.., perempuan itu adalah pembantu saya”. Mendengar ucapan anaknya, si ibu merasa sakit hati.

Keesokan harinya, mereka pulang. Ketika rombongan itu tiba di daerah antara Pulau Sangkar dan Lolo yang berawa dan berlumpur, berdoalah istri Pamuncak Tanjung Seri kepada Tuhan, agar anaknya yang durhaka itu ditelan oleh rawa lumpur.

Rupanya doa itu dikabulkan. Gadis itu terjerat kakinya oleh rawa yang berlumpur itu, sehingga ia terbenam makin dalam. Gadis itu menangis dan meminta tolong kepada ibu dan pengawalnya.

Namun, ibunya tidak mengacuhkan, “Aku bukan ibumu. Aku hanyalah pembantumu!”.

Si gadis itu terus juga meraung sambil berkata, ”Tolong… tolooong Ibu. Aku tidak akan durhaka lagi kepadamu. Maafkanlah aku, Ibu”.

Ibunya tidak mau mendengar permintaan anaknya itu. Justru ia mengambil gelang dan selendang Jambi yang dipakai anaknya. Setelah diambilnya barang tersebut, maka tenggelamlah gadis itu.

Setelah kejadian itu, negeri itu dinamai oleh penduduknya dengan nama Lempur yang berasal dari kata Lumpur. Sementara itu, gelang tersebut dibuang di sebuah tebat, sehingga tebat tersebut dinamakan Tebat Gelang. Kemudian, kain panjang Jambi dibuang pula ke dalam tebat lainnya, sehingga tebat itu diberi nama Tebat Jambi.

Baca Juga: Mempelajari Struktur, Teknik Menulis, dan Contoh Fabel

 

7. Contoh Legenda Putri Tujuh yang Berasal dari Maluku

Legenda Putri Tujuh

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung yang diperintah oleh Ratu Cik Sima. Ia memiliki tujuh orang putri yang sangat cantik dengan sebutan Putri Tujuh. Putri bungsu yang bernama Mayang Sari adalah putri tercantik di antara keenam saudaranya. Putri Mayang Sari dikenal juga dengan nama Mayang Mengurai.

Suatu ketika, ketujuh putri itu mandi di Lubuk Umal. Mereka tidak menyadari bahwa Pangeran Empang Kuala sedang mengintipnya dari balik semak-semak. Sang Pangeran sangat terpesona melihat kecantikan salah satu putri, yaitu Putri Mayang Mengurai.

Sang pangeran pun bergumam lirih, “Gadis cantik di Lubuk Umal, cantik di Umal. Ya, ya dumai, dumai…”.

Ia pun mengirim utusan untuk meminang sang putri. Pinangan itu disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun menurut adat, putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu. Utusan tersebut kembali menghadap kepada sang Pangeran.

“Ampun Baginda Raja! Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima pinangan tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai”. Mendengar laporan itu, sang Raja tak bisa terima. Sang Pangeran segera memerintahkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka, pertempuran antara kedua kerajaan itu tak dapat dielakkan lagi.

Pertempuran yang terjadi sangat dahsyat, sehingga Ratu Cik Sima segera menyembunyikan ketujuh putrinya di sebuah gua di hutan. Setelah itu, sang Ratu kembali menghadapi pasukan Pangeran Empang Kuala.

Sudah tiga bulan berlalu, tetapi pertempuran itu tak kunjung usai. Setelah memasuki bulan keempat, rakyat Negeri Sri Bunga Tanjung banyak yang tewas. Diceritakan bahwa pasukan Pangeran Empang Kuala Juga sangat letih menghadapi pertempuran itu.

Pasukan Sang Pangeran beristirahat dan berlindung di bawah pohon bakau di hilir Sungai Umal. Menjelang malam, secara tiba-tiba, pasukan Pangeran Empang Kuala tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan. Melihat kenyataan itu, Sang Pangeran memerintahkan pasukannya segera pulang ke Negeri Empang Kuala.

Ratu Cik Sima pun sangat bersyukur dengan kabar gembira tersebut. Keesokan harinya, ia pergi ke hutan untuk melihat ketujuh putrinya, tetapi alangkah terkejutnya, karena mereka sudah tak bernyawa, akibat kelaparan. Ratu teringat bahwa bekal makanan anaknya hanya cukup untuk tiga bulan, sedangkan peperangan terjadi selama empat bulan.

Ratu Cik Sima jatuh sakit dan tak lama kemudian, ia meninggal dunia. Dari cerita ini, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari kata dumai, seperti yang pernah diucapkan Pangeran Empang Kuala saat melihat kecantikan Putri Mayang Mengurai.

 

8. Contoh Legenda Batu Menangis yang Berasal dari Kalimantan Barat

Legenda Batu Menangis

Batu Menangis

 

Alkisah, tinggalah seorang janda miskin dan anaknya di suatu desa yang ada di daerah Kalimantan. Anak janda miskin itu merupakan seorang gadis yang sangat cantik, tetapi perilakunya buruk dan manja. Suatu ketika, sang ibu mengajak anak gadisnya untuk berbelanja ke desa.

Di sepanjang perjalanan, banyak orang yang bertanya kepada si anak tentang siapakah seseorang yang berjalan di belakangnya. Pada awalnya, si anak menjawab bahwa ibunya tersebut merupakan pembantunya. Jawaban kedua, ia mengatakan bahwa ibunya tersebut merupakan budaknya.

Sang anak melakukan hal seperti ini secara berulang kali. Jadi, ketika orang-orang menanyakan tentang ibunya, ia selalu menjawab tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Semakin lama ibunya tidak tahan mendengar jawaban dari anaknya tersebut kepada setiap orang yang bertanya.

Kemudian, si ibu berdoa supaya anaknya mendapatkan hukuman. Si anak pun dengan perlahan berubah menjadi sebuah batu. Si anak lalu meminta ampun ketika batu sudah menjalar ke setengah badannya. Namun, ia sudah terlambat meminta maaf. Pada akhirnya, si anak berubah menjadi batu yang terus menangis.

 

9. Contoh Legenda Bawang Merah dan Bawang Putih yang Berasal dari Riau

Legenda Bawang Merah dan Bawang Putih

Dahulu kala, tinggalah sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak perempuannya bernama Bawang Putih. Sang ayah adalah seorang pedagang. Walaupun kecil, tetapi ia tetap menjalankan pekerjaan tersebut dengan senang hati. Suatu ketika, sang ibu sakit keras dan meninggal dunia. Kejadian tersebut membuat sang ayah dan Bawang Putih merasa sedih dan terpukul.

Di desa itu, ada seorang janda yang mempunyai satu anak perempuan bernama Bawang Merah. Sejak mengetahui ibu Bawang Putih meninggal, ibu Bawang Merah sering datang ke rumah untuk menemani bawang putih. Ibu Bawang Merah juga suka membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi, Bawang Putih tidak merasa kesepian lagi.

Melihat hal itu, ayah Bawang Putih ingin menikahi ibu Bawang Merah, supaya Bawang Putih tidak merasa kesepian. Tentunya, hal ini dilakukan atas izin Bawang Putih. Setelah mendapat restu, ayah Bawang Putih dan ibu Bawang Merah pun menikah.

Kini, Bawang Putih dan ayahnya hidup bersama dengan Bawang Merah dan ibunya. Awalnya, Bawang Merah dan ibunya sangat baik kepada Bawang Putih. Namun, semakin lama, mereka jadi jahat. Seluruh pekerjaan rumah dikerjakan oleh Bawang Putih. Bawang Merah dan ibunya tidak mengerjakan pekerjaan satu pun. Hal ini terjadi tanpa diketahui oleh sang ayah.

Suatu saat, ayah Bawang Putih meninggal dunia. Hal ini membuat tindakan Bawang Merah dan ibunya menjadi semakin semena-mena. Sering kali Bawang Putih bersedih. Namun, ia tetap melakukan seluruh pekerjaan yang diminta ibu tirinya dengan perasaan gembira. Ia berharap, suatu saat ibu tirinya mau menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri.

Ketika Bawang Putih mencuci baju, ia tidak sengaja menghanyutkan baju kesayangan ibu tirinya. Sang ibu tiri yang tidak terima bajunya hanyut, memintanya untuk mencari baju kesayangannya tersebut sampai ketemu.

Bawang Putih pun pergi mencari baju ibu tirinya yang hanyut. Kemudian, Bawang Putih bertemu seorang nenek yang mengambil baju merah milik sang ibu tiri. Nenek itu mau mengembalikan baju merah tersebut dengan syarat, Bawang Putih mau menemaninya selama seminggu. Bawang putih menyetujui syarat tersebut.

Di hari ke tujuh, nenek tersebut memberinya sebuah labu sebelum ia pulang. Bawang Putih terkejut dan heran, karena ketika ia membuka labu tersebut, isinya adalah emas. Ternyata, Bawang Merah dan ibunya mengetahui labu berisi emas itu. Dengan segera, mereka mengambil perhiasan di dalam labu milik Bawang Putih.

Bawang Merah dan ibunya pun meminta agar Bawang Putih menceritakan kejadian yang menimpanya, dan bertanya bagaimana ia bisa mendapatkan labu berisi emas itu. Setelah Bawang Putih bercerita, Bawang Merah diminta oleh sang ibu untuk melakukan hal yang serupa. Sesudah satu minggu lamanya, Bawang Merah akhirnya pulang dan ia meminta sebuah labu dari nenek.

Nenek itu memberi kebebasan Bawang Merah untuk memilih. Labu yang Bawang Merah pilih adalah yang paling besar. Sampai di rumah, Bawang Merah membuka labu pemberian dari sang nenek. Harapannya, ia akan memperoleh emas seperti yang sebelumnya didapatkan oleh Bawang Putih.

Ternyata, isi dari labu tersebut adalah hewan-hewan berbahaya. Hewan-hewan tersebut mematuk Bawang Merah dan ibunya sampai akhirnya meninggalkan rumah.

 

10. Contoh Legenda Timun Mas Berasal yang Berasal dari Jawa Tengah

Legenda Timun Mas

Dikisahkan, hiduplah seorang janda tua yang bernama Sarni. Ia hidup seorang diri dan tidak mempunyai anak. Pada suatu hari, Sarni pergi mencari kayu ke hutan. Selama di pertengahan jalan, ia bertemu dengan raksasa yang menginginkan seorang anak untuk disantap.

Tetapi, Sarni menjelaskan bahwa ia tidak memiliki seorang anak. Kemudian, raksasa itu memberikan biji timun kepadanya. Ia meminta Sarni untuk menanam biji timun itu dan menunggunya selama dua minggu. Setelah itu, Sarni akan memperoleh anak dari timun yang tumbuh dari biji ini. Namun, ketika anak itu berusia 6 tahun, Sarni harus memberikan anak tersebut.

Sesudah menunggu selama dua minggu, salah satu mentimun itu ada yang ukurannya sangat besar. Kemudian, ia membelahnya dan menemukan seorang bayi perempuan di dalamnya. Bayi itu kemudian ia beri nama Timun Mas. Kini, Sarni hidupnya tidak lagi seorang diri karena mempunyai Timun Mas yang cantik.

Sarni merawat Timun Mas layaknya anak sendiri. Ia sangat menyayangi anak itu. Ketika Timun Mas sudah berumur 6 tahun, sang raksasa datang untuk menagih janjinya mengambil Timun Mas. Kala itu, Sarni mengatakan untuk menundanya saja. Sarni beralasan, akan semakin enak rasanya jika Timun Mas sudah semakin dewasa. Akhirnya, raksasa menyetujui saran dari Sarni.

Setelah Timun Mas beranjak dewasa, raksasa itu datang lagi. Namun, Sarni masih saja beralasan agar raksasa itu tidak membawa Timun Mas. Raksasa itu menjadi sangat marah. Ia mengatakan bahwa Timun Mas harus ia bawa. Kalau tidak, ia juga akan mencelakakan Sarni.

Sarni merasa gelisah dan takut. Malamnya, ia bermimpi Timun Mas diminta untuk menemui petapa yang ada di gunung. Ketika hari sudah pagi, ia meminta Timun Mas untuk mencari petapa tersebut dengan segera.

Timun Mas kemudian pergi ke gunung dan menemui si petapa. Sesudah Timun Mas menceritakan kejadian yang sebenarnya, petapa akhirnya memberikan empat kantong kecil. Empat kantong itu isinya biji mentimun, garam, jarum, dan terasi.

Petapa mengatakan, jika dikejar oleh raksasa, Timun Mas diminta untuk melemparkannya isi kantong tersebut satu per satu. Kemudian, Timun Mas berpamitan pulang ke rumah sesudah mendapatkan kantong-kantong tersebut.

Untuk menagih janjinya, esok hari sang raksasa datang lagi. Sarni meminta kepada raksasa agar tidak mengambil anaknya. Hal ini karena Sarni sangat mencintai dan menyayangi anaknya. Bahkan, ia juga rela menawarkan dirinya sebagai ganti Timun Mas. Tetapi, raksasa marah dan menolak tawarannya.

Timun Mas kemudian keluar dan menantang raksasa karena merasa tidak tega melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Timun Mas pun lari dari rumah yang kemudian di kejar oleh si raksasa.

Dalam pelariannya, Timun Mas melemparkan isi kantong pertama yang berisi biji timun. Biji timun itu tumbuh menjadi tanaman timun yang melilit tubuh raksasa. Namun, raksasa mampu melewati tanaman timun yang melilit tubuhnya dan kembali mengejar Timun Mas.

Timun Mas kembali melemparkan isi dari kantong kedua yang berupa jarum. Seketika, tumbuhlah pohon bambu yang tinggi dan tajam. Pohon bambu itu melukai kaki raksasa sampai terluka. Meskipun begitu, tetap saja raksasa itu bisa mengejarnya.

Timun Mas tidak merasa putus asa. Ia berlari sambil melempar kantong ketiga yang berisi garam. Garam itu kemudian berubah menjadi air yang banyak. Dengan cepat, air itu menggenangi daratan dan tubuh raksasa. Sang raksasa masih saja bisa menyebrangi lautan itu dengan mudah.

Kemudian, Timun Mas melemparkan kantong terakhir yang berisi terasi. Terbentuklah suatu lautan lumpur yang mendidih. Raksasa tercebur ke dalam lautan lumpur mendidih itu dan mati. Sesudah kejadian tersebut, Timun Mas dan Sarni hidup bersama dengan bahagia.

Baca Juga: Memahami Pengertian dan Unsur-Unsur Teks Cerita Fantasi

 

11. Contoh Legenda Roro Jonggrang yang Berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta

Legenda Roro Jonggrang

Pada zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Prambanan. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang Raja bernama Prabu Baka. Di sisi lain kerajaan, terdapat sebuah kerajaan besar yaitu Kerajaan Pengging. Kerajaan ini memiliki seorang kesatria bernama Bondowoso.

Bondowoso mempunyai senjata khusus yang ia beri nama Bandung. Oleh karena itu, ia lebih dikenal dengan nama Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara jin yang sering dipakainya untuk membantu dalam berperang dan memperluas wilayah kekuasaan.

Suatu ketika, raja Kerajaan Pengging yang angkuh meminta Bandung Bondowoso untuk melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Prambanan. Bandung Bondowoso meminta bantuan para jin untuk merebut Kerajaan Prambanan dalam rangka mensukseskan rencananya tersebut.

Bandung Bondowoso diminta untuk menguras harta benda Kerajaan Prambanan dan menghabiskan keluarga Prabu Baka saat pertempuran. Namun, kala itu, ia melihat seorang wanita yang sangat cantik bernama Roro Jonggrang. Bandung Bondowoso pun jatuh cinta padanya. Ternyata, Roro Jonggrang adalah anak dari Raja Prabu Baka.

Bandung Bondowoso meminta Roro Jonggang untuk menjadi permaisurinya. Roro Jonggrang merasa bingung karena ia membenci Bandung Bondowoso yang sudah membunuh ayahnya. Tetapi, untuk menolaknya ia juga merasa takut. Roro Jonggrang pada akhirnya mempunyai sebuah ide.

Idenya adalah meminta Bandung Bondowoso untuk membuatkannya candi berjumlah seribu beserta dua buah sumur hanya dalam waktu satu malam saja. Syarat tersebut disetujui oleh Bandung Bondowoso karena ia merasa yakin bisa menyelesaikannya dengan bantuan para jin.

Pada malam harinya, Bondowoso mengumpulkan para jin untuk membantunya membuat candi seperti yang diinginkan oleh Roro Jonggrang. Roro Jonggrang secara diam-diam mengamati yang dilakukan oleh Bandung Bondowoso dan merasa gelisah.

Ia memikirkan cara untuk membuat Bondowoso gagal dalam memenuhi syarat yang diberikannya. Roro Jonggrang pun meminta bantuan para warga untuk membuat keadaan agar seolah-olah hari sudah menjelang fajar. Roro Jonggrang dan para warga pun membakar banyak jerami yang membuat langit terlihat merah.

Suara lesung juga mulai bersaut-sautan. Bau harum bunga-bunga mulai tercium dan ayam jago juga mulai berkokok. Keadaan ini membuat para jin menjadi pergi karena mereka mengira pagi telah tiba. Roro Jonggrang kemudian menemui Bandung Bondowoso, lalu mengatakan bahwa ia sudah gagal memenuhi persyaratannya.

Bandung Bondowoso menjadi sangat marah dan memutuskan untuk mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah patung yang keseribu. Konon katanya, itulah asal mula terjadinya Candi Prambanan atau bisa disebut juga dengan Candi Roro Jonggrang. Sedangkan Candi Sewu merupakan candi yang ada di sekelilingnya.

Struktur Cerita Legenda

 

12. Contoh Legenda Sangkuriang yang Berasal dari Jawa Barat

Legenda Sangkuriang

Dikisahkan, tinggalah seorang anak bernama Sangkuriang di desa bersama ibu dan anjingnya. Sangkuriang merupakan anak laki-laki yang gagah dan senang berburu. Ia dan anjingnya, Tumang, sering pergi ke hutan untuk melakukan perburuan.

Sangkuriang berniat mencari kijang karena ibunya, Dayang Sumbi, sangat menyukai memakan hati kijang. Setelah beberapa saat berada di hutan, Sangkuriang melihat seekor kijang yang tengah merumput di balik semak belukar.

Sangkuriang memerintahkan si Tumang untuk mengejar kijang itu. Sangat aneh, si Tumang yang biasanya penurut, ketika itu tidak menuruti perintahnya. Sangkuriang menjadi marah. Katanya, “Jika engkau tetap tidak menuruti perintahku, niscaya aku akan mebunuhmu!”

Ancaman Sangkuriang seakan tidak dipedulikan si Tumang. Karena jengkel dan marah, Sangkuriang lantas membunuh si Tumang. Hati anjing hitam itu diambilnya dan dibawanya pulang ke rumah. Sangkuriang memberikan hati si Tumang kepada ibunya untuk dimasak.

Dayang Sumbi kemudian memasak dan memakan hati itu. Tak terperikan amarah Dayang Sumbi kepada Sangkuriang ketika dia tahu hati yang dimakannya adalah hati si Tumang. Dia lalu meraih gayung yang terbuat dari tempurung kelapa dan memukul kepala Sangkuriang, hingga kepala Sangkuriang terluka.

Sangkuriang sangat marah dan sakit hati dengan perlakuan ibunya itu. Menurutnya, ibunya lebih menyayangi si Tumang dibandingkan dirinya. Maka, tanpa pamit kepada ibunya, Sangkuriang lantas pergi mengembara.

Dayang Sumbi sangat menyesal setelah mengetahui kepergian Sangkuriang. Dia pun bertapa dan memohon ampun kepada para dewa atas kesalahan yang diperbuatnya. Para dewa mendengar permintaan Dayang Sumbi, mereka menerima permintaan maaf itu dan mengaruniakan Dayang Sumbi kecantikan abadi.

Bertahun-tahun Sangkuriang mengembara, tanpa disadari dia kembali ke tempat dimana dia dahulu dilahirkan. Sangkurian terpesona dengan kecantikan Dayang Sumbi yang abadi, dia tidak menyadari bahwa perempuan cantik yang ditemuinya itu adalah ibu kandungnya sendiri.

Hal yang sama terjadi juga pada Dayang Sumbi. Ia tidak menyadari kalau pemuda gagah itu adalah Sangkuriang, anaknya. Karena saling jatuh cinta, mereka merencenakan untuk menikah.

Sebelum pernikahan dilangsungkan, Sangkuriang berniat untuk berburu. Dayang Sumbi membantu Sangkuriang mengenakan penutup kepala. Ketika itulah dayang Sumbi melihat luka di kepala calon suaminya. Teringatlah dia pada anak lelakinya yang telah meninggalkannya. Dia sangat yakin pemuda itu tidak lain adalah Sangkuriang anaknya.

Dayang Sumbi kemudian menjelaskan bahwa dia sesungguhnya adalah ibu kandung dari Sangkuriang. Oleh karena itu, dia tidak bersedia menikah dengan anak kandungnya tersebut. Namun, Sangkuriang tidak mempercayainya.

Dayang Sumbi mengajukan syarat yang luar biasa berat, yaitu dia ingin Sungai Citarum dibendung untuk dibuat danau, dan didalam danau itu ada perahu besar. Semua itu harus diselesaikan dalam waktu satu malam. Tanpa ragu, Sangkuriang menyanggupi permintaan dari Dayang Sumbi.

Sangkuriang segera bekerja mewujudkan permintaan Dayang sumbi. Sangkuriang berniat membuat perahu besar dan membendung aliran Sungai Citarum yang deras dengan bantuan para makhluk halus.

Semua yang dilakukan Sangkuriang diketahui oleh Dayang Sumbi. Terbit kecemasan dalam hati Dayang Sumbi ketika melihat pekerjaan Sangkuriang sebentar lagi selesai. Dia harus menggagalkan pekerjaan Sangkuriang agar pernikahan dengan anak kandungnya itu tidak terlaksana. Dia pun memohon pertolongan dari para Dewa.

Setelah berdoa, Dayang Sumbi mendapatkan petunjuk. Dayang Sumbi lantas menebarkan boeh rarang (kain putih hasil tenunan). Dia juga memakasa ayam jantan berkokok disaat waktu masih malam. Para makhluk halus sangat ketakutan ketika mengetahui fajar telah tiba. Mereka berlari dan menghilang kesegala penjuru. Mereka meninggalkan pekerjaannya membuat danau dan perahu yang belum selesai.

Sangkuriang sangat marah. Dia merasa Dayang Sumbi telah berlaku curang kepadanya. Dia merasa masih tersedia waktu baginya untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan kemarahan tinggi, Sangkuriang lantas menendang perahu besar yang telah dibuatnya hingga terlempat jauh dan jatuh tertelungkup. Menjelmalah perahu besar itu menjadi sebuah gunung yang kemudian di sebut gunung Tangkuban Perahu.

Kemarahan Sangkuriang belum reda. Dia mengetahui, semua itu adalah siasat Dayang Sumbi untuk menggagalkan pernikahan dengannya. Dengan kemarahan yang terus meluap, Dayang Sumbi pun dikejarnya. Dayang sumbi yang ketakutan terus berlari untuk menghindar, hingga akhirnya menghilang di sebuah bukit. Bukit itu kemudian menjelma menjadi gunung Putri.

 

13. Contoh Legenda Kota Salatiga yang Berasal dari Jawa Tengah

Legenda Kota Salatiga

Dulu, kabupaten Semarang termasuk wilayah kesultanan Demak. Daerah ini diperintah oleh seorang Bupati bernama Ki Ageng Pandanaran. Beliau seorang Bupati yang ditaati rakyat. Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.

Akan tetapi, lama kelamaan, beliau semakin memperkaya diri sendiri. Beliau tidak lagi memperdulikan rakyatnya. Sunan Kalijaga, penasehat Sultan Demak, bermaksud mengingatkan sang Bupati. Dengan berpakaian compang-camping, Sunan Kalijaga menyamar sebagai pedagang rumput. Ia menawarkan rumput kepada Ki Ageng Pandanaran. Ki Ageng mau membeli rumput itu dengan harga murah, namun Sunan Kalijaga tidak mau memberikannya.

Akhirnya, Ki Ageng menjadi marah dan mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata bahwa dia dapat menunjukkan cara memperoleh kekayaan dengan cara mudah. Sunan Kalijaga kemudian meminjam cangkul, lalu mencangkul tanah yang berada di depan bupati.

Ki Ageng sangat kaget ketika melihat bongkahan emas sebesar kepala kerbau di balik tanah yang dicangkul Sunan Kalijaga. Ki Ageng lalu memperhatikan pedagang rumput itu dengan seksama. Setelah tahu siapa sebenarnya, ia pun terkejut.

Kemudian, Ki Ageng meminta maaf. Ia pun bersedia dihukum karena kesalahannya. Namun, Sunan Kalijaga memaafkan Ki Ageng. Sunan Kalijaga berpesan agar Ki Ageng kembali memerintah dengan cara yang benar.

Sejak kejadian itu, hidup Ki Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk menebus kesalahannya. Beliau meninggalkan jabatan Bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan Kalijaga menjadi penyiar agama.

Beliau pun berniat pergi ke gunung Jabalkat. Beliau akan mendirikan pesantren disana. Nyai Ageng ingin ikut bersama Ki Ageng. Ki Ageng memperbolehkan Nyai Ageng ikut, tetapi dengan syarat, Nyai Ageng tidak boleh membawa harta benda.

Pada waktu yang ditentukan, Nyai Ageng masih sibuk mengepak barang. Nyai Ageng ternyata mengatur perhiasan yang akan dibawanya dalam tongkat bambu. Ki Ageng kemudian berangkat lebih dulu. Setelah siap, Nyai Ageng lalu menyusul.

Di tengah jalan, Nyai Ageng dihadang oleh tiga orang perampok yang meminta hartanya. Akhirnya, semua perhiasan yang dibawa Nyai Ageng diberikannya kepada perampok. Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa yang dialaminya. Ki Ageng berkata, bahwa kelak, tempat Nyai Ageng dirampok akan dinamakan “Salatiga”, berasal dari kata salah dan tiga, yaitu tiga orang yang bersalah.

 

14. Contoh Legenda Bukit Perak yang Berasal dari Jambi

Legenda Bukit Perak

Legenda Bukit Perak mengisahkan penghulu desa di pedalaman Muarojambi. Penduduk setempat sangat menghormati penghulu yang kerap dipanggil Datuk Sengalo. Di bawah pimpinan Datuk Sengalo, masyarakat hidup rukun, aman, dan sejahtera.

Selama Datuk Sengalo masih menjaga desa, selama itu pula desa senantiasa aman sentosa dari orang-orang yang hendak berbuat jahat, terutama Belanda yang suka meminta upeti. Hal inilah yang membuat Datuk Sengalo begitu dikenal di berbagai penjuru negeri.

Datuk Sengalo memiliki seorang putri. Ia menceritakan rahasia kepada putrinya, bahwa desanya aman karena ketika Datuk Sengalo bertapa, ia mendapatkan keris perak dan disuruh untuk menanamnya di bawah pohon rambe, di perbatasan desa. Datuk Sengalo juga mendapatkan seekor harimau putih yang saat ini menjadi temang sang putri.

Di sebelah desa yang dipimpin Datuk Sengalo, terdapat Desa Dano Lamo yang selalu dimintai upeti oleh Belanda. Datuk yang memimpin desa tersebut pun merasa iri terhadap Datuk Sengalo. Ia merasa dirinya kurang dihormati oleh masyarakat sekitar. Datuk yang iri hati itu pun bersiasat, ia menyuruh anak laki-lakinya untuk meminang putri Datuk Sengalo.

Suatu ketika, putri Datuk Sengalo pergi bermain di dekat pohon rambe ditemani harimau putih. Sang putri kemudian memanjat pohon rambe itu dan memakan buahnya sampai kenyang. Tanpa sengaja, sang putri menelan biji buah rambe. Ia pun tersedak hingga pingsan.

Hari sudah mulai larut. Datuk Sengalo mencari sang putri, namun tak kunjung ketemu. Harimau putih kemudian datang menghampiri datuk, menyuruhnya untuk mengikuti ke tempat putri pingsan. Bersamaan dengan itu, sang putri telah dibawa oleh seorang pemuda yang ternyata merupakan anak dari Datuk Dano Lamo.

Pemuda itu membawa sang putri ke sebuah rumah kayu yang jauh dari pemukiman warga. Ia memberinya ramuan obat dan merawatnya sampai sembuh. Singkat cerita, dengan muslihat jahatnya, pemuda itu kemudian mempersunting sang putri. Dari sinilah, Datuk Dano Lamo mengetahui rahasia Datuk Sengalo yang mempunyai keris perak sakti untuk melindungi desa. Datuk Dano Lamo pun berhasil mengambil keris tersebut.

Pada suatu malam, Datuk Sengalo memiliki firasat buruk. Ia pergi ke pohon rambe dan mendapati kerisnya telah hilang. Untuk melindungi warga desa, Datuk Sengalo membuat sebuah bukit dan menyuruh seluruh warga untuk bersembunyi di dalamnya.

Datuk Dano Lamo beserta anak buah dan pasukan Belanda kemudian pergi, hendak menyerang desa. Namun, ia tidak menemukan satu pun warga desa di sana. Ia hanya menemukan sebuah bukit yang ada di tengah-tengah desa.

Datuk Dano Lamo berteriak mengancan Datuk Sengalo untuk keluar dari persembunyiannya. Hingga akhirnya, ia menyuruh pasukannya untuk menggali bukit itu. Betapa kagetnya Datuk Dano Lamo saat melihat sebuah moncong meriam sudah mengarah ke arah mereka.

Datuk Dano Lamo bersama putra dan pasukannya pun tewas terkena ledakan meriam Datuk Sengalo. Semua porak poranda. Saat itu pun, keris yang dibawa Datuk Dano Lamo terpental, dan masuk ke dalam lubang galian bukit.

Bukit itu pun seketika menutup kembali. Datuk Sengalo dan warganya pun ikut menghilang bersamaan dengan keris perak tersebut. Satu-satunya yang tersisa adalah sebuah bukit yang menjulang tinggi. Bukit inilah yang dinamakan masyarakat sekitar sebagai Bukit Sengalo atau Bukit Perak.

Baca Juga: 75 Contoh Syair Berbagai Macam Tema beserta Ciri & Jenisnya 

 

15. Contoh Legenda Datuk Marsam Sang Belalang Kunyit yang Berasal dari Jambi

Legenda Datuk Marsam Sang Belalang Kunyit

Legenda ini berkisah tentang Datuk Marsam yang hidup di Desa Paseban. Datuk Marsam adalah seorang pemimpin yang sangat baik dan kharismatik, sehingga sangat disegani oleh masyarakatnya.

Suatu hari, Desa Paseban terkena wabah penyakit yang disebut nyampu bujang (penyakit demam panas yang melanda para pemuda). Sudah berbagai cara pengobatan dilakukan, namun penyakit itu tidak bisa diobati.

Seorang ahli nujum yang bernama Datuk Sengkati, memberi nasihat kepada Datuk Marsam untuk menemukan seorang dukun. Ternyata, dukun itulah yang telah menyebabkan wabah penyakit itu.

Setelah melalui proses musyawarah, berangkatlah Datuk Marsam, Datuk Sengkati, dan tiga pemuda kesatria pilihan untuk mencari dukun itu. Dalam perjalanannya, rintangan demi rintangan harus mereka hadapi. Sampai akhirnya, mereka berhasil menemukan si dukun.

Datuk Marsam kemudian bertanya kepada dukun itu, apakah dirinya atau penduduk desanya punya kesalahan, sehingga si dukun menyebarkan wabah ke desa. Namun, dukun itu menjawab bahwa Datuk Marsam tidak punya salah apa-apa. Si dukun menjelaskan bahwa Datuk Marsam merupakan seorang pemimpin yang adil, arif, dan bijaksana.

Lalu, saat ditanya alasan dukun itu menyebarkan wabah ke Desa, ia justru memberitahukan keinginannya untuk menikahi kedua putri Datuk Marsam. Mendengar ucapan dukun tersebut, Datuk Marsam menjadi sangat emosi. Ia mengatakan bahwa sampai kapan pun, si dukun tidak akan bisa menikahi putrinya.

Si dukun kemudian mengancam bahwa wabah yang menimpa para pemuda Desa Paseban tidak akan pernah menghilang. Secara misterius, dukun itu mendadak menghilang, pergi entah ke mana. Datuk Marsam pun memutuskan untuk pulang kembali ke desa.

Seiring berjalannya waktu, wabah yang menyerang Desa Paseban berangsur-angsur mulai menghilang. Namun, Datuk Marsam masih teringat dengan ucapan si dukun. Oleh karena itu, Datuk Marsam berniat untuk menikahkan kedua putrinya.

Saat Datuk Marsam sudah menemukan pemuda yang cocok untuk putrinya, tiba-tiba, Desa Paseban kembali diserang oleh wabah belalang. Banyak belalang yang menyerang lahan pertanian, hingga mempengaruhi hasil panen. Datuk Marsam pun teringat dengan perbuatan jahat si dukun.

Suatu ketika, dua ekor belalang datang menghampiri Datuk Marsam. Ternyata, dua ekor belalang itu merupakan calon suami kedua putrinya yang terkena sihir. Datuk Marsam pun pergi mencari si dukun jahat.

Setelah mereka bertemu, Datuk Marsam bertanya, apa yang dukun itu inginkan. Si dukun kemudian memberikan tantangan. Ia membawa dua gelas air putih, lalu menaruh serbuk kunyit ke dalam air putih tersebut.

Si dukun berkata, “Serbuk kunyit ini adalah racun dan mantra. Jika engkau memilih meminum air dengan serbuk kunyit berupa racun, maka Desa Paseban akan menjadi milikku. Namun, jika engkau memilih meminum air dengan serbuk kunyit berupa mantra, maka engkau akan menjadi belalang selamanya.”

Tanpa pikir panjang, Datuk Marsam menerima tantangan tersebut. Singkat cerita, Datuk Marsam meminum salah satu minuman, dan dukun itu meminum air di gelas satunya. Tiba-tiba, Datuk Marsam berubah menjadi belalang dan kedua calon menantunya berubah menjadi manusia kembali. Bersamaan dengan itu, sang dukun mati dan tubuhnya pun lenyap.

Melihat kejadian itu, seluruh warga desa menjadi sedih karena Datuk Marsam berubah menjadi belalang. Datuk Marsam berpesan kepada seluruh warga, meskipun dirinya tidak lagi berwujud manusia, mereka harus menjaga Desa Paseban dan ingat kepadanya.

Desa Paseban pun kembali tentram. Tidak ada lagi wabah penyakit yang menyerang. Di bawah kepemimpinan anak tertua Datuk Marsam, Desa Paseban kembali menjadi desa yang aman dan tentram.

 

16. Contoh Legenda Putri Pucuk Bukit Kelumpang yang Berasal dari Bangka Belitung

Legenda Putri Pucuk Bukit Kelumpang

Legenda Pucuk Bukit Kelumpang

 

Cerita ini mengisahkan tentang Raja Negeri Bangka, Sultan Mahmud Malim Dermawan, yang sangat menginginkan kehadiran anak laki-laki untuk melanjutkan takhtanya. Namun, di usianya yang semakin matang, sang raja dan permaisurinya belum juga diberi keturunan.

Setiap malam, mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar segera diberi keturunan. Berbagai cara juga telah mereka coba, sampai harus meminum ramuan dari tabib. Sayangnya, usaha raja dan permaisuri belum membuahkan hasil.

Untuk mengobati rasa gundahnya, Sultan Mahmud Malim Dermawan sering melakukan hobinya, yaitu berburu. Suatu ketika, sang raja mengajak sang penasihat, Cik Abdilah, untuk berburu ke hutan di Bukit Kelupang. Ia pun berpamitan kepada permaisuri untuk meninggalkan istana.

Pada malam harinya, sang permaisuri berdoa kepada Tuhan untuk membarikan keselamatan kepada rombongan suaminya. Tidak lupa juga, ia memohon agar diberi momongan. Permaisuri berdoa sambil menitihkan air mata.

Di sisi lain, dalam perjalanan berburu raja, ia memutuskan untuk beristirahat. Raja pun bermimpi didatangi oleh seorang kakek tua yang mengenakan jubah berwarna putih. Tubuh kakek itu disinari cahaya yang sangat terang.

Kakek itu mengatakan bahwa ia adalah penjaga Bukit Kelupang. Kakek itu berpesan agar sang raja dan rombongannya tidak boleh merusak ataupun menebang pohon di hutan dengan sengaja. Ia juga berpesan agar mereka tidak berburu hewan hanya untuk kesenangan semata. Jika raja dan rombongannya mengikuti perintah si kakek, maka kebaikan dan rejeki akan selalu menyertai hidup mereka.

Singkat cerita, raja dan rombongannya pun pulang kembali ke istana. Tidak disangka, sang permaisuri memberikan kabar baik bahwa ia sedang mengandung. Raja pun sangat bahagia. Ia tidak sabar menanti kelahiran anak laki-lakinya.

Bulan demi bulan mereka lalui. Hingga tiba waktunya sang permaisuri melahirkan. Seisi istana pun menjadi riuh untuk menyambut kelahiran anak pertama raja dan permaisuri. Proses persalinan pun berjalan dengan lancar. Sang permaisuri mendekap erat bayinya sambil mengucap rasa syukur dan haru. Kemudian, sang permaisuri meminta pelayannya membawa bayi itu ke hadapan raja.

Sultan Mahmud Malim Dermawan dengan gembira menggendong bayi itu. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui bahwa bayi yang digendongnya adalah perempuan, bukan laki-laki. Wajahnya yang semula sumringah, seketika berubah merah padam. Ia tak bisa membendung kekecewaannya.

Sang raja pun meminta Cik Abdilah untuk membuang bayi tersebut ke hutan di Bukit Kelupang. Cik Abdilah terkejut mendengar perintah raja. Namun, ia tidak punya kuasa untuk menolaknya. Dengan hati-hati, Cik Abdilah membawa bayi perempuan itu menuju hutan. Di bawah pohon besar, Cik Abdilah meletakkan bayi mungil itu dengan selimut tebal.

Mendengar perintah raja, sang permaisuri merasa sangat sedih. Ia tidak percaya bahwa suaminya akan tega melakukan perbuatan keji itu. Seiring berjalannya waktu, sang raja menyesali keputusannya. Untuk melupakan kejadian memilukan itu, Sultan Mahmud Malim Dermawan pergi berburu ke Bukit Kelumpang.

Saat asyik berburu, raja terkesima mendengar suara kicauan burung dan memutuskan untuk menangkap burung tersebut. Sang raja dan rombongannya kemudian memasang perangkap untuk menangkap burung itu. Namun, dengan lincah, burung itu terbang berputar-putar menghindari sergapan perangkap yang diarahkan kepadanya.

Burung itu kemudian mengepakkan sayapnya, dan terbang tinggi menuju puncak bukit. Dengan cepat, sang raja bergerak mengejar burung itu ke atas bukit. Sesampainya di sana, sang raja mengendap-endap, sambil mengeluarkan sumpit emas yang telah dibubuhi racun. Kemudian, raja membidikkan sumpit emas itu, dan mengenai pangkal kaki si burung.

Sultan Mahmud Malim Dermawan kegirangan dan mendatangi sumber suara, tempat burung itu terjatuh. Saat tiba di lokasi, ia dan romongannya merasa bingung karena bukan burung yang ia dapati, melainkan seorang gadis cantik jelita yang terluka di bagian kakinya.

Terlihat pula tanda berwarna abu-abu di kaki gadis tersebut. Cik Abdilah yang melihat tanda lahir itu jadi teringat akan sesuatu. Tanda lahir itu sama seperti yang dimiliki seorang bayi perempuan mungil yang ia tinggalkan di hutan. Cik Abdilah pun percaya bahwa burung tersebut adalah jelmaan putrinya.

Cik Abdilah kemudian mengatakan kepada sang raja. Namun, raja sama sekali tidak percaya. Dengan napas yang terengah-engah, gadis itu mengatakan bahwa ia adalah anak sang raja yang dibuang di hutan delapan belas tahun yang lalu.

Belum hilang rasa terkejut raja, tiba-tiba munculah sosok kakek berjubah putih yang pernah muncul di mimpi sang raja. Kakek itu mengatakan bahwa gadis ini adalah benar anak sang raja. Kakek itu kemudian memancarkan sinar terang yang menyinari tubuh gadis itu.

Perlahan, tubuh sang gadis melayang ke udara dan berubah wujud menjadi seekor burung besar berekor panjang yang berwarna-warni. Burung besar itu pun mulai mengepakkan sayapnya lebar-lebar dan terbang meninggi. Dikeluarkannya kicauan merdu, seakan-akan kicauan itu merupakan salam perpisahan kepada raja.

Sultan Mahmud Malik Dermawan hanya bisa pasrah meratapi kepergian putrinya. Burung berbulu indah itu perlahan terbang menjauh ke pucuk Bukit Kelumpang. Sampai sekarang, jika terdengar suara kicauan burung merdu di sekitar Bukit Kelumpang, banyak yang percaya bahwa itu adalah suara jelmaan putri raja. Putri itu lah yang menjaga Bukit Kelumpang dan diberi nama Putri Pucuk Bukit Kelumpang.

 

17. Contoh Legenda Calon Arang yang Berasal dari Jawa Timur

Legenda Calon Arang

Di Kerajaan Daha, Kediri, pada masa pemerintahan Raja Erlangga yang arif dan bijaksana, hiduplah seorang janda yang sangat bengis, bernama Calon Arang. Ia tinggal di Desa Girah.

Calon Arang adalah penganut sebuah aliran hitam, yakin kepercayaan sesat yang selalu mengumbar kejahatan dengan memakai ilmu gaib. Ia mempunya seorang purtri bernama Ratna Manggali. Karena putrinya sudah cukup dewasa, Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali menjadi perawan tua. Ia pun berusaha mencari cara agar Ratna Manggali segera mendapatkan jodohya dan menikah.

Tetapi, karena sifatnya yang bengis, Calon Arang tidak disukai oleh penduduk Girah. Tak seorang pemuda pun yang berani memperistri Ratna Manggali, putrinya. Hal ini membuat marah Calon Arang. Ia berniat menghukum warga Desa Girah.

“Kerahkan anak buahmu! Cari seorang perawan hari ini juga! Sebelum matahari tenggelam perawan itu harus dibawa ke Candi Durga!” perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya.

Krakah segera mengerahkan cantrik-cantrik Calon Arang untuk mencari seorang perawan. Suatu pekerjaan yang tidak terlalu sulit bagi para cantrik Calon Arang.

Sebelum matahari terbit, gadis perawan yang malang itu sudah dibawa ke Candi Durga. Ia berusaha berontak dan meronta-ronta ketakutan.

“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” teriaknya.

Lama kelamaan gadis itu pun lelah karena kehabisan tenaga dan jatuh pingsan. Ia kemudian dibaringkan di altar persembahan. Tepat pada tengah malam yang gelap gulita, Calon Arang mengorbankan gadis yang tak berdosa itu untuk dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka. Setelah membakar dupa, Calon Arang mengucap mantra, lalu menikam jantung gadis tersebut hingga tewas.

Tuah jahat Calon Arang pun menjadi kenyataan. Desa Girah diterjang banjir dari luapan Sungai Brantas. Siapapun yang terkena percikan air Sungai Brantas, ia pasti akan menderita sakit dan menemui ajalnya.

Akibat ulah Calon Arang itu, rakyat semakin menderita. Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tak ada obat yang dapat menanggulangi wabah penyakit aneh itu.

Melihat kejadian tersebut, Prabu Erlangga marah besar. Ia pun menabuh genderang perang untuk melawan dan menangkap Calon Arang. Rakyat sangat gembira mendengar bahwa Calon Arang akan ditumpas. Para prajurit yakin bahwa tugas suci itu akan menjadi bangga dan merasa yakin bahwa tugas tersebut akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat.

Sesampainya di Desa kediaman Calon Arang, ledakan-ledakan menggelegar di antara para prajurit Kerajaan Daha. Mereka tiba-tiba menggelepar-gelepar di tanah, tanpa penyebab yang pasti. Korban pun berjatuhan. Calon Arang mampu merobohkan lawannya dari jarak jauh, maupun tanpa senjata.

Prabu Erlangga pun mencari cara lain utnuk mengalahkan calon arang.

“Untuk dapat mengalahkan Calon Arang, kita harus menggunakan kasih sayang,” kata Empu Baradah dalam musyawarah kerajaan. “Kekesalan Calon Arang itu disebabkan belum ada seorang pun yang bersedia menikahi putri tunggalnya.”

Empu Baradah kemudian meminta Empu Bahula agar dapat membantu dengan tulus untuk mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta bersedia memperistri Ratna Manggali. Dijelaskan, bahwa dengan memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula dapat sekaligus memperdalam dan menyempurnakan ilmunya.

Akhirnya, rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang Ratna Manggali. Calon Arang pun bahagia. Pernikahan antara Empu Bahula dan Ratna Manggali pun dilangsungkan. Mereka saling mencintai satu sama lain. Di sisi lain, Empu Bahula memanfaatkan suasana tersebut untuk melaksanakan tugasnya.

Empu Bahula pun bertanya kepada istrinya, apa yang menyebabkan Nyai Calon Arang begitu sakti? Ratna Manggali menjawab, bahwa kesaktian Calon Arang terletak pada Kitab Sihir yang ia gunakan.

Empu Bahula segera mencari cara dan mengatur siasat untuk dapat mencuri Kitab Sihir tersebut. Ia pun berhasil, dan kitab itu langsung diserahkan ke Empu Baradah.

Amarah Calon Arang meledak ketika mengetahui Kitab Sihir miliknya lenyap. Sementara itu, Empu Baradah mempelajari Kitab Sihir tersebut dengan tekun. Setelah berhasil, ia pun menantang Calon Arang.

Sewaktu menghadapi Empu Baradah, kedua belaha telapak tangan Calon Arang menyemburkan jilatan api, begitu juga kedua matanya. Empu Baradah menghadapinya dengan tenang. Ia segera membaca sebuah mantra untuk mengembalikan jilatan dan semburan api ke tubuh Calon Arang.

Karena Kitab Sihir sudah tidak ada padanya, tubuh Calon Arang pun hancur menjadi abu dan tertiup angin kencang menuju ke Laut Selatan. Sejak itu, Desa Girah menjadi aman tenteram seperti sedia kala.

Baca Juga: Cara Membuat Cerita Fantasi Menarik & Contohnya

 

18. Contoh Legenda Hikayat Bunga Kemuning Berasal dari Riau

Hikayat Bunga Kemuning

Hikayat Bunga Kemuning

 

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah sebuah kerajaan yang ditinggali oleh putri-putri cantik. Sepuluh orang jumlahnya. Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning.

Ayah mereka adalah seorang raja yang dihormati. Sayang sekali, ibu mereka telah meninggal dunia, sehingga tak ada lagi yang dapat memperhatikan serta mendidik putri-putri tersebut. Sementara, sang raja terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Akibatnya, putri-putri itu menjadi manja dan nakal.

Baju yang mereka pakai pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.

Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya raja.

“Aku ingin perhiasan yang mahal,” kata Puteri Jambon.

“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya.

“Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.

“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.

Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya.

Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,”kata seorang diantaranya. “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu.

Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.

“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri Kuning dengan marah.

“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang.

Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih. “Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja.

Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. “Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning,” kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. “Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya lagi.

Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya.

Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!” katanya dengan perasaan iri.

“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Puteri Kuning.

Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka. “Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya.

Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal.

“Astaga! Kita harus menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi.

Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!” teriaknya.

Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih.

“Aku ini ayah yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!” Maka ia pun mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.

Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning!” kata raja dengan senang.

Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.

 

19. Contoh Legenda Tanjung Menangis Berasal dari Halmahera

Tanjung Menangis

Dahulu kala terdapat kerajaan besar di Pulau Halmahera. Rajanya belum lama meninggal dunia. Ia meninggalkan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan. Mereka bernama Baginda Arif, Putra Baginda Binaut, dan Putri Baginda Nuri.

Putra Baginda Binaut sangat menginginkan kedudukan sebagai raja untuk menggantikan ayahnya. Keinginan itu disampaikan kepada patih kerajaan.

“Aku harus menggantikan kedudukan ayahku.” Kata Binaut kepada sang Patih dengan penuh keyakinan.

Agar sang Patih ikut mendukung rencana tersebut, maka Binaut memberi janji bahwa jabatan sang Patih akan tetap dipertahankan, dan ia akan diberi hadiah emas berlian. Berkat bujuk rayu dan janji itulah, Sang Patih bersedia mendukung Binaut menjadi raja. Sang Patih segera mengatur para pengawal kerajaan untuk menangkap Sri Baginda Ratu, Putra Baginda Arif dan Putri Baginda Nuri. Setelah ditangkap, mereka dijebloskan di penjara bawah tanah.

“Kanda Binaut benar-benar kejam! Tamak! Tak tahu diri!” umpat Putri Baginda Nuri dengan penuh emosi. Namun, Sri Baginda Ratu meminta agar Nuri bersabar dan tawakal dalam menghadapi cobaan ini. “Yang benar akan tampak benar dan yang salah akan tampak salah. Dan yang salah itu, kelak akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” kata Sri Baginda Ratu menghibur dengan penuh keibuan, betapapun sangat sakit hati melihat kekejaman putra kandungnya.

Binaut merasa gembira setelah menjebloskan ibu dan saudara kandungnya ke penjara. Ia mengumumkan kepada rakyat kerajaan bahwa Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya mengalami musibah di laut. Saat itu pula, Putra Baginda Binaut minta kepada para pembesar istana untuk segera dilantik menjadi raja. Sejak itu, Sri Baginda Binaut bersikap angkuh dan tinggi hati. Ia menganggap sebagai raja yang paling berkuasa di muka bumi ini.

Demi kepentingan dirinya, ia memerintahkan kepada seluruh rakyat kerajaan agar bekerja giat untuk membangun istana megah. Selain itu, diberlakukan berbagai pungutan pajak, diantaranya pajak hasil bumi, pajak hewan, pajak tanah. “Bukan main! Raja Binaut penghisap dan penindas rakyat!” kata salah seorang penduduk kepada yang lain. Mereka mengeluh dengan peraturan yang dikeluarkan Raja Binaut yang sangat merugikan rakyat. Tetapi, mereka takut membantah, apalagi berani melawan perintah raja, pasti kena hukuman berat.

Ada seorang pelayan istana raja bernama Bijak. Ia melarikan diri dari istana dan membentuk sebuah pasukan tangguh melawan raja Binaut. Paling tidak, mereka dapat membebaskan Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya. “Kita harus segera bertindak menyelamatkan mereka,” kata Bijak dengan penuh harap. Hal ini didukung teman-temannya.

Waktu itu, banyak para pegawai istana yang telah membelot bergabung dengan Bijak. Bijak pun telah mempelajari bagaimana mengadakan penyelamatan itu. Bila penyelamatan berhasil, direncanakan mengadakan penyerangan ke istana Raja Binaut. Berkat kepemimpinan Bijak, dalam sekejap mereka berhasil menyelamatkan Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya yang dipenjara Binaut. Mereka langsung dibawa ke hutan.

“Kuucapkan terima kasih tak terhingga,” ucap Sri Baginda Ratu dengan tersendat. Mereka tampak kurus kering karena selama dipenjara di bawah tanah jarang makan dan minum. Bijak pun menyampaikan kepada Sri Baginda Ratu akan mengadakan penyerangan ke istana. Tetapi, Sri Baginda Ratu tidak setuju, ia tidak mau berlumuran darah bangsanya sendiri. Ketamakan, kebengisan, iri dan dengki akan kalah dengan doa permohonan yang disampaikan kepada Tuhan.

Raja Binaut berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Sang Patih yang selalu mendukung keputusan Raja Binaut lama-kelamaan tidak senang dengan perilaku Raja. Tetapi ia tidak berani mengeluarkan sikap yang melawan. Kalau itu dilakukan pasti ia langsung dipecat dan dijebloskan penjara. Saat itu penjara penuh dengan tahanan. “Siapa yang melawan Raja, hukuman penjaralah tempatnya.” Itulah kesombongan Raja Binaut. Karena ia merasa yang paling berkuasa dan paling tinggi.

Namn tak disangka, sebuah bencana alam terjadi. Sebuah gunung meletus dengan sangat dahsyat. Lahar panas mengalir ke segala penjuru. Istana Raja Binaut pun menjadi sasaran lahar panas. Ternyata sebagian besar lahar panas telah meluluh lantakkan bangunan istana yang baru saja selesai dibangun dari hasil keringat rakyat.

Raja Binaut kebingungan mencari perlindungan. Ia lari pontang-panting tak tahu arah tujuan.Anehnya, lahar seolah-olah mengejar kemanapun Raja Binaut lari. “Tolong-tolong!” teriak Binaut. Lahar panas itu sedikit demi sedikit menempel di kaki Binaut. Seketika itu juga kakinya melepuh dan kulitnya terkelupas. Ia berusaha untuk tidak berhenti berlari. Lahar panas mulai menjalar ke tubuhnya. Ia sangat tersiksa. Ketika ia mengalami siksaan lahar panas itu ia ingat ibunya. Ia mohon ampun. “Ampunilah aku, bu! Maafkanlah aku, bu! Aku sudah tidak kuat menanggung penderitaan ini! Aku tidak akan mengkhianati ibu, kakak Arif dan adik Nuri lagi. Maafkanlah aku! Ibu! Ibu!” teriak Binaut karena kesakitan. Namun teriakan itu hilang perlahan-lahan dan akhirnya ia meninggal.

Jasad Binaut terdampar di sebuah pantai. Seketika itu juga tempat itu berubah menjadi sebuah Tanjung. Konon, tanjung itu sering terdengar orang menangis minta belas kasihan karena mengalami siksaan yang amat sangat. Kini tempat terdamparnya Binaut itu dinamakan Tanjung Menangis.

 

20. Contoh Legenda Manik Angkeran Berasal dari Bali

Manik Angkeran

Dahulu, di sebuah desa di wilayah Pulau Bali,tinggallah seorang pemuda tampan bernama Manik Angkeran. Ayahnya bernama Empu Sidhi Mandra. Manik Angkeran terpengaruh lingkungan yang tidak baik. Ia menjadi seorang yang hidup dari berjudi. Inilah yang membuat pusing orang tuanya.

“Anakku, sadarlah bahwa judi itu merusak segalanya,” kata orang tua Manik Angkeran.

Tetapi, Manik Angkeran tidak peduli dengan ucapan orang tuanya. Hampir setiap hari, Manik Angkeran berada di tempat penyabungan ayam. Setelah penyabungan tutup, ia lanjutkan dengan judi kartu.

“Kalau kau tidak mau menghentikan judimu, lebih baik kau pergi dari rumah ini!,” kata ayah Manik Angkeran dengan nada mengancam.

Tetapi, karena judi sudah mendarah daging dalam dirinya, kata-kata ancaman sekeras apapun tetap tidak didengar. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan begitu sebaliknya.

Karena merasa gagal mendidik dan tidak bisa menyadarkan, Empu Sidhi Mandra menitipkan Manik Angkeran kepada seorang Brahmana yang bernama Brahmana Dangeang Nirata atau dikenal dengan nama Pedanda Bau Rauh. Manik Angkeran menjadi anak asuh Brahmana tersebut.

Apakah Manik Angkeran sadar ?

Ternyata ia masih gila judi. Brahmana Dangeang Nirata mencari jalan keluar agar Manik Angkeran dapat meninggalkan judi.

“Mulai hari ini, kamu harus melakukan tapa. Bertobatlah kepada Sang Dewata agar kau dapat meninggalkan judi,” kata Brahmana Dangeang Nirata kepada Manik Angkeran.

Mendengar anjuran Brahmana Dangeang Nirata itu, Manik Angkeran mulai melakukan tapa. Ia bertapa di sebuah Pura Gua yang berada di sebelah kiri bagian depan Pura Besakih, sesuai dengan anjuran Brahmana Dangeang Nirata itu. Konon dalamnya lubang Pura Gua di Pura Besakih berhubungan langsung dengan lubang Pura Gua Lawa di Klungkung.

Pada hari pertama, Manik Angkeran masih dapat memusatkan perhatian secara penuh dalam tapanya. Tetapi, tiba pada hari ketiga Manik Angkeran mendapat firasat bahwa ia akan ditemui oleh seekor naga.

“Hem, aku akan minta ajian kepada Naga yang mendiami Pura Gua ini agar aku bisa menang terus dalam berjudi,” kata Manik Angkeran dalam hati. Ia bertambah khusuk dalam semadinya, maksudnya agar dapat cepat memperoleh apa yang diinginkan itu.

Tiba-tiba ular Naga yang dikenal dengan nama Naga Besukih muncul di depan Manik Angkeran. Manik Angkeran terkejut, keringat dingin keluar dari badannya. Manik Angkeran menggigil karena ketakutan.

“Jangan takut, aku datang untuk menemuimu. Permintaanmu untuk mendapat ajian akan kukabulkan,” kata Naga Besukih sambil menggeram. Manik Angkeran mengucapkan terima kasih dan segera pulang.

Berbekal ajian yang dimiliki Manik Angkeran turun di gelanggang perjudian. “Aku tantang mereka!,” ucap Manik Angkeran sambil memainkan kartu judi. Ternyata Manik Angkeran selalu menang. Manik Angkeran kurang puas dan berniat ingin menguasai tempat perjudian tersebut.

Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, Manik Angkeran kembali bertapa di Pura Gua Besakih. Manik Angkeran mulai bertapa di Pura Gua lagi. Tidak berapa lama Naga Besukih menemui Manik Angkeran.

“Permintaanmu kukabulkan,” kata Naga Besukih.

Betapa senangnya hati Manik Angkeran. Naga Besukih dengan perlahan-lahan masuk gua lagi. Manik Angkeran terperanjat melihat Naga Besukih berekor emas berlian. Karena serakah, Manik Angkeran berniat mengambil ekor Naga Besukih.

“Aku akan kaya raya bila mendapatkan ekor Naga Besukih. Manik Angkeran segera memotong ekor Naga Besukih, lalu dengan cepat melarikan diri meninggalkan Pura Gua.

Merasa ekornya dipotong oleh Manik Angkeran, Naga Besukih berusaha mengejarnya. Karena badannya besar, larinya lambat. Maka Naga Besukih mematuk pijakan kaki Manik Angkeran. Seketika itu juga Manik Angkeran meninggal.

Karena sudah lama Manik Angkeran tidak pulang ke rumah, Brahmana Dangeang Nirata mencari ke Pura Gua Besakih. Naga Besukih menjelaskan bahwa Manik Angkeran telah ia bunuh, karena telah memotong ekornya. Naga Besukih tidak tahu kalau Manik Angkeran adalah anak asuh Brahmana Dangeang Nirata. Maka, Naga Besukih minta maaf dan bersedia menghidupkan kembali Manik Angkeran. Begitu juga Dangeang Nirata minta maaf karena ulah Manik Angkeran dan bersedia mengembalikan ekor Naga Besukih. Setelah Manik Angkeran hidup kembali, ia menjadi sadar dan mau bertobat.

Baca Juga: 16 Contoh Cerita Fantasi Pendek yang Menarik & Inspiratif 

 

21. Contoh Legenda Aji Saka dari Jawa

Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda.

Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati.

Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.

Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.

Itu tadi penjelasan mengenai contoh cerita legenda berbagai daerah di Indonesia, beserta pengertian dan cirinya. Gimana, kamu sudah paham belum?

Kalo masih ada materi yang belum kamu mengerti, kamu bisa lho tanyakan ke Roboguru. Melalui robot cerdas satu ini, kamu bisa menemukan jawaban dan memahami proses menjawab soal-soal yang sulit sekalipun.

Roboguru

 

Referensi:

Harsiati, Titik dkk. 2017. Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Yunianto, Cosmas, dan tim. 2016. Kumpulan Cerita Asli Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Anonim. 2008-2013. Cerita Rakyat Nusantara. [Daring]. Tautan: https://folktalesnusantara.blogspot.com/ (Diakses tanggal 24 Januari 2024)

Malik, Ricky A. 2016. Legenda Bukit Perak: Cerita dari Rakyat Jambi. Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa [Daring]. Tautan: https://sdmupat.sch.id/opac/index.php?p=show_detail&id=316

Ikhsan, Muhammad. 2016. Legenda Datuk Marsam Sang Belalang Kunyit. Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa [Daring]. Tautan: https://sdmupat.sch.id/opac/index.php?p=show_detail&id=404

Dwijaya, Edwin. 2016. Legenda Putri Pucuk Bukit Kelupang. Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa [Daring]. Tautan: https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/Cerita-Legenda-Putri-Pucuk-Bukit-Kelumpang.pdf

 

Artikel ini dipublikasikan pada 20 Februari 2023, kemudian diperbarui oleh Laras Sekar Seruni pada 25 Januari 2024

Nurul Hidayah