#LifeatRuangguru: Hikma, Kebahagiaannya Paling Besar jadi Pengajar

Lifeatruangguru

Artikel ini menceritakan pengalaman seorang Master Teacher matematika Ruangguru yang bernama Hikma.

Sejak SMP, Hikma sudah menemukan apa yang dia cintai. Tidak seperti murid lain yang mulai sibuk membicarakan urusan cinta monyet, Hikma justru tertuju pada yang lain: matematika.

Kecintaannya akan pelajaran ini terus berlanjut hingga ia menginjak bangku SMA. Di saat teman-teman di sekolahnya menganggap matematika adalah sesuatu yang menakutkan, tidak dengan Hikma. Baginya, dengan memahami satu rumus di matematika, kita sudah bisa mempelajari berbagai macam hal.

Matematika adalah pelajaran yang menyenangkan.

Dan dia ingin orang lain merasakan hal yang sama.

Mulanya, ia membantu teman-teman kelas yang kesulitan dalam pelajaran. Di saat itu lah, dia mulai merasa kalau ada kesenangan tersendiri dalam mengajar.

“Aku nggak tahu gimana ngejelasinnya, tapi muncul semacam perasaan bahagia ketika orang yang kita ajarin jadi sadar kalau matematika nggak semenakutkan itu,” jelas Hikma, Master Teacher matematika di Ruangguru.

Perasaan itu menuntunnya untuk mengambil kuliah jurusan matematika di Universitas Indonesia. Ia ingin mengasah pengetahuannya lebih dalam terhadap matematika. Ia ingin mendapat keseruan-keseruan dari mempelajari matematika.

Baca juga: Agus, dari Housekeeper, Buruh Pabrik, hingga jadi Master Teacher Kimia Ruangguru 

Kamu tahu perasaan yang muncul ketika kita memikirkan suatu hal, lalu orang lain juga memikirkan hal yang sama sampai akhirnya muncul, ‘Aaak! Aku juga mikirin itu, lho!’ lalu kamu tos-tosan dengan teman, merasa kalau dia adalah partner in crime sejati?

Hikma akhirnya merasakannya di Universitas Indonesia. Berkat teman-teman satu jurusannya, ia mendapatkan angle yang selama ini ia cari: orang yang juga menyukai matematika.

Perasaan “Apa aku bilang! Matematika itu asyik!” yang muncul di dalam dirinya membuat Hikma semakin terdorong dan merasa bahwa orang lain, di luar jurusannya, harus merasakannya juga.

Ia kemudian memutuskan untuk mengajar les privat, berusaha menyebarkan perasaan itu kepada orang lain.

Setelah lulus kuliah, seperti lazimnya orang-orang lain, Hikma dihadapkan pada sebuah dilema: ke mana harus melanjutkan pekerjaan. Berusaha mengikuti perjalanan para senior, ia pun melamar ke berbagai perusahaan. Mulai dari asuransi, sampai finance. Tapi, sewaktu Hikma harus interview dan mendatangi kantornya, perasaan aneh itu kembali muncul: apa iya ini tempat yang tepat?

Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk bekerja di bagian finance. Namun, setelah dijalani, perasaan kecil itu mengganggunya. Ia tidak mendapatkan kebahagaian seperti saat ia mengajar. Apalagi saat itu, weekend ia habiskan dengan mengajar les privat.

“Kamu tahu nggak perasaan ketika kamu kerja, capek, menguras pikiran, tapi nggak tahu manfaatnya untuk apa?”

Setelah enam bulan bekerja, Hikma memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, dan memantapkan niatnya untuk menjadi guru. Berhubung studi sarjananya tidak memenuhi standar sebagai guru sekolah, Hikma lantas mengambil sertifikasi guru.

Namun, ia menyadari bahwa ia tidak sehebat guru-guru sekolah yang mampu berbakti demikian hebat terhadap pendidikan di Indonesia. Di sisi lain, ia masih ingin memberi tahu bahwa matematika itu menyenangkan.

Alhasil, ia memutuskan untuk melanjutkan studi S2 di Pendidikan Matematika ITB. Ia merasa, Pendidikan Matematika ini akan melengkapi ilmu yang dia punya. Sehingga, selain punya pengetahuan teknis terhadap matematika, ia tahu cara mengajar yang membuat orang lain betah.

“Kalau di S1 aku tahu bagaimana cara mengerjakan matematika, di S2 aku jadi tahu untuk apa matematika itu dipelajari,” tutur Hikma.

Baginya, hal ini penting diketahui setiap murid yang dia ajar. Memberitahu tujuan materi pembelajaran kepada anak akan menjadi semacam motivasi supaya si anak penasaran dan mau belajar matematika. Bahwa matematika bukan hanya seni menghitung dan menyelesaikan rumus saja, tapi ada manfaat lain dibalik itu.

“Ketika orang hanya tahu how di matematika, ya udah. Tapi, ketika seseorang tahu why dari materi itu. Akan gampang buat kita untuk mempelajari materi itu.”

Pemikiran ini yang mendorongnya untuk menjadi dosen di salah satu universitas negeri di Jakarta. Saat ditanya alasan memilih dosen dibanding guru sekolah, Hikma mengatakan bahwa dengan menjadi dosen, ilmu yang dia berikan kepada “murid” di kelas akan dilanjutkan karena nantinya, si murid ini akan menjadi guru dan mengajar juga. Seperti pohon yang terus tumbuh cabangnya dan membuahkan sesuatu bernama pengetahuan.

Dengan begitu, orang yang punya pemikiran matematika itu menyenangkan akan jauh, jauh lebih banyak lagi.

Sampai dia mengenal Ruangguru.

DSC02245

Baginya, Ruangguru adalah wadah yang fresh untuk menyebarkan “kemudahan matematika”. Di Ruangguru, konten pengajarannya akan bisa berdampak bagi siapapun orang di Indonesia. Terlebih, di sini ia punya kebebasan akan materi ajar, tanpa terpaku pada jadwal belajar.

“Kalau sewaktu menjadi dosen, aku termasuk bagian dari sistem. Aku yang harus legowo mengikuti jam belajar tiap minggunya. Tapi di sini, aku dan teman-teman guru lain yang membuat sistemnya. Aku bisa mengeluarkan semua ilmu dan pengetahuan yang aku punya tentang matematika. Aku bisa menyebarkan pandangan bahwa matematika bukanlah hal yang menakutkan ke siapapun—selama dia mengakses aplikasinya. Dan buat aku, itu kebahagiaan paling besar dari seorang pengajar.”

Kalau kamu merasa punya perasaan yang sama seperti Hikma, senang membagikan pengetahuan yang dimilikinya lewat mengajar, mungkin ini kesempatanmu untuk juga punya jejak yang sama sepertinya. Daftarkan dirimu menjadi Master Teacher Ruangguru, dan bersama-sama kita memberikan kualitas pendidikan yang merata ke seluruh Indonesia.

Rekrutmen

Kresnoadi